Blog ini menyediaakan berbagai macam Aneka Artikel tentang dunis kesehatan, semoga yang sedikit ini membawa banyak manfaat bagi kita semua.
 

Sarkoma Kaposi Pada Kulit

Sarkoma Kaposi Pada Kulit
dr. MOH. IFNUDIN, SpKK.

PENDAHULUAN
Sarkoma kaposi (SK) merupakan proses neoplasmik multifokal yang timbul dari sel endotel pembuluh darah dan pembuluh limfe dan terutama mengenai pembuluh darah kulit.1 Selain di kulit manifestasi penyakit ini dapat juga pada organ viseral. Penyakit ini umumnya jinak, jarang bermetastase dan tidak fatal. Tetapi pada tipe tertentu yang menyerang anak-anak di Afrika dan bila disertai infeksi oportunistik dapat berakibat fatal.
SK tersebar di seluruh dunia.2 Insidensi pada laki-laki 30,1 per 100.000 dan ini meningkat sepuluh kali lipat sejak tahun 1950.3 Di Uganda penyakit ini berkisar 48,9% dari seluruh keganasan pada laki-laki3. Di Amerika Serikat penyakit ini berkisar 48% pada homoseksual dengan infeksi HIV.4 Negara lain yang pernah melaporkan penyakit SK antara lain Eropa Barat, Armenia, India, Cina dan Jepang.5
Penyebab pasti SK belum diketahui, dari pemeriksaan lesi dengan teknik PCR ditemukan beberapa jenis virus, bakteri dan jamur yang diduga menyebabkan penyakit ini. Ada beberapa faktor predisposisi yang juga dianggap berperan dalan terjadinya penyakit ini seperti fakro genetik, hormonal, onkogen dan immunosupresif. Dengan tidak diketahuinya penyebab pasti dari SK maka patofisiologi dari penyakit ini pun belum jelas.
DEFINISI DAN TIPE SK
SK merupakan suatu proses neoplastik multifokal yang timbul dari endothelium pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama pembuluh darah kulit.1
Apakah SK suatu neoplasma ganas atau bukan masih diperdebatkan.3 Kedua pendapat ini masing-masing mempunayi alasan yang kuat. Pendapat yang mengatakan bahwa SK bukanlah suatu sarkoma sebenarnya mempunyai alasan sebagai berikut :
1.      Gambaran patologi pada lesi dini yang menonjol adalah komponen sel-sel radang.
2.      Tidak adanya tumor primer (tidak ada penyebaran dari tempat primer).
3.      Perkembangan lesi baru setelah beberapa tahun selalu dengan pola klinis dan histologis yang sama.
4.      Tumor tidak bermetasis.
5.      Tumor dapat regresi secara spontan.
6.      SK jarang menyebabkan kematian dan pasien menunjukkan kehidupan yang normal.
7.      Hanya kecil presentasi tumor yang berkembang menjadi sarkoma atau stadium anaplastik.
Sedangkan pendapat yang mengatakan SK merupakan neoplasma ganas memberikan alasan bahwa “terdapat proses penyakit yang agresif pada anak-anak Afrika dan laki-laki nomoseksual dengan DK”.5
SK terbagi dalam 4 tipe dan 4 subtipe antara lain :
1.      SK Klasik
2.      SK Endemik yang terdiri dari :
a.       Tipe nodular
b.      Tipe anggresif
c.       Tipe florid
d.      Tipe limfadenopatik
3.      SK yang berhubungan dengan imunosupresiatrogenik.
4.      SK Epidemik (berhubungan dengan HIV).
EPIDEMIOLOGI
SK tersebar luas di dunia,2 namun pada semua tipe umumnya lebih banyak mengenak laki-laki dari pada perempuan.
1.      SK Klasik
Ditemukan pada laki-laki tua keturunan Yahudi Ashkenazic di Eropa Timur dan orang Mediteranian. Biasanya timbul pada usia 50-80 tahun (rata-rata usia 63 tahun). Perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan adalah 10-15 : 1.
2.      SK Endemik
Banyak ditemukan pada laki-laki kulit hitam di Afrika khususnya di Zaire, Kenya, Tanzania, Rwanda, Zambia dan Uganda. Terjadi pada orang dewasa usia 25-40 tahun (rata-rata usia 35 tahun) dan pada anak-anak usia 2-15 tahun (rata-rata usia 3 tahun). Perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan adalah 15-17 : 1 dan 3 : 1.
3.      SK yang berhubungan dengan Iatrogenik Imunosupresi
Pada tipe ini orang-orang yang beresiko mendapatkan SK adalah pasien yang mendapat terapi azatiprin, siklosporin dan kortikosteroid; pasien penerima trasnplantasi ginjal; penderita lupus eritematosus sistemik dan artritis temporalis. Terjadi pada usia antara 20-60 tahun (rata-rata usia 42 tahun). Perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan adalah 1,5-2,3 : 1.
4.      SK Epidemik
Pada tipe ini lebih banyak mengenai laki-laki homoseksual yaitu sekitar 95% dengan usia antara 18-65 tahun (rata-rata usia 37 tahun) dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 8 : 1.

ETIOLOGI
SK diduga terjadi akibat infeksi virus yang penularannya mungkin melalui hubungan seksual. Beberapa virus yang telah terindentifikasi dengan teknik reaksi rantai polimerase (PCR) antara lain :
a.       Human Herpesvirus 8 (HHV-8)
b.      Cytomegalovirus (CMV)3,5
c.       Mycoplasma penetrans 3
d.      HIV-1,3
e.       Human T-Cell Lymphotropic Virus Type 1 (HLTV-1)3
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi SK belum jelas walaupun penyakit ini diduga timbul akibat infeksi virus terutama infeksi HHV-8. Faktor yang mungkin berperan dalan timbulnya SK antara lain :
1.      Genetik
Genetik mungkin mempengaruhi perkembangan SK ini dapat dilihat dengan meningkatnya human liukocyte antigen (HLA) DRS pada pasien SK tipe klasik di Sadinia dan Yunani, pada pasien penerima transplantasi ginjal dan sumsum tulang serta pada pasien setelah mendapat terapi kortikosteroid sistemik dan juga pada pasien AIDS dengan SK.5
2.      Aspek Hormon
Hormon yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan SK adalah :
a.       Merangsang pertumbuhan : dehidroepiandosteron dan tertoteron. Ini dibuktikan pada suatu penelitian dimana pasien HIV dengan SK mempunyai kadar dehidroepiandosteron dan tertoteron yang lebih tinggi dibanding pasien HIV tanpa SK. Pada penelitian lain didapatkan pasien HIV dengan SK yang diterapi dengan inerferon-alpha yang mengalami remisi komplit memperlihatkan penurunan kadar androgen selama pengobatan.
b.      Menghambat pertumbuhan : beta-human chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen (2-methoxyestradiol). Lunardhi dan Iskandar melaporkan bahwa secara invitro serum yang dihasilkan manusia dan tikus pada awal kehamilan menghambat sel Kaposi’s Sarcoma Y-1 (KS Y-1). Peneliti lain melaporkan bahwa sifat-sifat sek DK dapat dihambat oleh hCG dan pada penelitian lain dilaporkan injeksi hCG menghasilkan regresi komplit tumor pada homoseksual dengan SK epidemik.
3.      Immunosupresif
Orang dengan immunosupresif iatrogenik mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan keganasan.
4.      Onkogen
Peranan onkogen dalam patogenesis SK ditunjukkan dengan :
·         Ditemukannya perubahan K-rasoncogen  di dalam spesimen tumor SK, I1-2,  Oncostatin M dan reseptor scatter factor  di dalam sel SK.
·         Adanya scatter factor  yang menyebabkan perubahan sel endotel menjadi sel berbentuk kumparan. Faktor ini juga merupakan mitogenik untuk sel SK secara invitro.
·         Pada suatu penelitian ditemukan bahwa sel SK menghasilkan sitokin yang berfungsi autocrine  dan paracrine. Sitokin yang dihasilkan antara lain IL-1, IL-6,  tumor necrosis factor (TNF) alpha, basic fibroblas growth factor (bFGF), faktor pertumbuhan endothelial vascular, platelet-derived growth factor (PDGF) dan  granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF).
·         Selain itu faktor yang juga dianggap penting dalam pertumbuhan sel SK adalah perlekatan molekul antar sel dan HIV-1 tat protein.

GAMBARAN KLINIS
1.      SK Klasik
·         Lesi awal berupa makula dan patch yang berwarna kemerahan, keunguan atau coklat kehitaman, kemudian lesi melebar dan bersatu membentuk plak, nodul dan tumor yang teraba kenyal dan berwarna kehitaman atau keunguan.
·         Limfedema dapat unilateral atau bilateral.
·         Lesi dapat remisi secara spontan meninggalkan skar yang atropi dan hiperpigmentasi.
·         Predileksi kaki dan tungkai bawah
·         Lesi dapat menyebar secara sentripedal
2.      SK Endemik
a.       Tipe nodular
·         Bentuk lesi beruupa papul dan nodul yang perkembangnannya lambat.
·         Predileksinya ekstremitas inferior.
b.      Tipe Agresif
·         Lesi berbentuk nodul eksofitik yang besar dan tumor berbentuk seperti jamur.
·         Perkembangannya cepat dan lesi dapat masuk dan merusak jaringan subkutan dan tulang.
·         Predileksinya ekstremitas.
c.       Tipe Florid
·         Lesi berbentuk nodul yang sangat cepat perkembangannya.
·         Predileksinya seluruh permukaan tubuh.
3.      Sk pada pasien immunosupresif iatrogenik
·         Lesi timbul 2-8 bulan setelah terapi immunosupresif pertama.5
·         Lesi dapat regresi secara spontan.5
·         Bentuk lesi patch, plak dan nodul.5
·         Lesi dapat timbul viseral atau di kulit dan berkembang lebih agresif serta dapat menimbulkan kematian.1
4.      SK Epidemik
·         Lesi mula-mula berbentuk makula kemerahan atau keunguan yang datar kemudian berkembang cepat menjadi papul, nodul dan plak.
·         Lesi  teraba, tidak dakit dan tidak gatal
·         Lesi  menjadi  sakit bila terjadi  pendarahan  nekrosis  dan lesi pada telapak kaki.
·         Lymphederma pada ekstremitas inferior.
·         Predilekdinya di muka, leher, kepala, ekstremitas dan membran mukosa
·         Lesi  kadang kadang daapr regersi secara spontan.
HISTOPATOLOGI
            Gambaran histopatologi SK dibedakan dalam tiga fase:
1.      Fase Path
Retikular dermis sedikit proliferasi, ireguler dan endotel bergigi  mengelilingi pembuluh darah, struktur adneksa normal; infiltrat limfosit. Tanda yang menonjol : pembuluh normal atau struktur adneksa yang menonjol ke dalam celah ecstatic.
2.      Fase plak
Sel-sel spindel meluas sepanjang berkas kolagen dermis berbentuk irregular, cleftlike, tampak pembuluh darah berisi berbagai sel darah merah. Terdapat endapan homosiderin dan inti hyaline yang eosinifilik serta infiltrat perivaskular.
3.      Fase nodular
Lembaran-lembaran sel –sel spindel dan lembaran-lembaran dengan cytologic atypia lunak sampai sedang, nekronis single-cell, sel darah merah terperangkap dalam jaringan luas slitelike vascular.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan ELISA perlu dilakukan untuk mengetahui infeksi virus HIV.
Diagnosis banding
SK harus dibedakan dengan penyakit lain yaitu :
1.      Melanoma
·         Gejala : gatal, iritasi atau nyeri.
·         Lesi berupa bercak berwarna putih, biru, kecoklatan atau kehitaman, tidak teratur dan berbatas tegas.
·         Mikroskopis : sel-sel lebih besar dari sel nevus, inti sel tidak beraturan dan anak inti eosinofilik yang menonjol.
·         Lokasi : terbanyak pada ekstremitas bawah, kemudian badan, kepala, leher, ekstremitas atas.
2.      Angiomatosis basiler
·         Gejala : demam, malaise, penurunan berat badan dan isi terasa nyeri.
·         Etiologi : Bartonella spesies.
·         Lesi berbentuk papul merah dan massa subkutan noduler.
·         Mikroskopis : proliferasi non neoplastik pada pembuluh darah kulit, kelenjar linfe dan organ viseral, netrofil, debu nukleus dan bakteri.
3.      Dermatofibroma
·         Gejala : asimtomatis
·         Lesi berupa nodul-nodul padat yang keras, kadang-kadang ulseratif di dalam plakat yang berindurasi, khas timbul di badan.
·         Mikroskopis : neoplasma tersusun oleh fibroblas dengan penyusunan radial, epidermis menipis dan sering meluas ke lemak subkutan.
·         Predileksi : ekstremitas bawah, ekstremitas atas dan leher.
4.      Hemangioma
·         Gejala : asimtomatik, timbul sejak lahir atau beberapa hari setelah lahir..
·         Lesi berupa bercak merah terang atau kebiruan, berbentuk lobuler, batas tegas dan keras pada peradaban.
·         Mikros kopis : proliferal sel endotel pada jaringan dermis dan atau subkutan.
5.      Granuloma anulare
        Gejala : asimtomatik
         Lesi berupa : eritem keunguan atau berwarna seperti daging yang tersusun anular, ditengahnya berwarna suram atau hiper – pigmentasi.
        Lesi terdapat di punggung tangan punggung kaki siku dan lutut.
        Lesi dapat sembuh sendiri.

PENATALAKSANAAN
            Meskipun SK merupakan suatu penyakit yang jarang mengancam kehidupan, tetapi lesinya kan mengotori dan menyakiti sehingga dapat menyebabkan stres fisik dan psikologis.
            Terapi dapat diberikan secara lokal atau sistemik dan menggunakan satu bahan obat atau kombinasi obat – obat yang digunakan antara lain :

Terapi sistemik
1.      Terapi sistotoksik
a.       Vinblastine
        Cara kerja : vinblastin terikat pada tubulin dan menghalangi pertemuan komponen mikrotubuler pada kumparan mitosis, terutama menghambat metaphase.
        Efek samping : leukopeni, trombositopeni, anemia, parestesi, hilangnya refleks tendon, neuritis perifer, depresi mental, headeche, kejang, mual, muntah, stomatitis, glositis, konstipasi, ileus, plebitis, selulitis dan alopesia.
        Indikasi : limfoma non-Hondgkin’s, koriokarsinoma, karsinoma mammae, neuroblastoma, kanker kepala dan leher, cutaneous T-cell lymphoma, KS dan hiticytosis X.
        Dosis : 4-6 mg IV satu minggu sekali.
        Sediaan : Powder 10 mg
b.      Vincristine
        Cara kerja : Khusus pada M phase menghambat mitosis dengan menghalangi metaphase melalui tubulin dan menghalangi pertemuan mikrotubulus.
        Efek samping : neuropati perifer, hilangnya refleks tendon achiles, parestesi, foot drop, slaping gait, konstipasi, nyeri abdomen, ptosis, dipliopia, mual, muntah, alopesia, phlebitis dan selulitis.
        Indikasi : leukemia, limfoma, sarcoma dan karsinoma.
        Dosis : 2 mg IV 1-2 kali seminggu.
        Sediaan : solutio 1 mg/ml.
c.       Bleomycin
        Cara kerja : menghambat sintesis DNA.
        Indikasi : squamous cell carcinoma, limfoma maligna, SK.
        Efek samping : hipertensi, bengkak pada jari, hiperkeratosis telapak tangan, stomatitis, panas, sakit kepala, mual, fibrosis paru,alopesia.
        Sediaan : powder 15 unit.
        Dosis : 5 mg/d setiap 2 minggu 20 mg/m2/d civ X 3 d setiap 3 minggu.
d.      Liposomal doxorubicin
        Cara kerja : memutus rantai DNA dan menghancurkan sel dengan radikal bebas.
        Efek samping : takikardi, aritmia, pendataran gelombang T, depresi segmen SY, leukopeni, stomatitis, esofagitis, alopesia.
        Indikasi : leukimia myelogen akut; penyakit Hodgkin’s; limfoma non-Hodgkin’s; serkoma, neuroblastoma; tumor Wilm’s; karsinoma mammae, paru, lambung, pancreas, prostat, vesika urinaria, ovarium, endometrium, cerviks, testis dan teroid; squamous cell carcinoma kepala dan leher; hepatoma.
        Dosis : 20 mg/m2 setiap 3 minggu.
2.      Biological Agent
a.       Interfeon-alpha :
        Cara kerja : mempengaruhi metabolisme sel melalui perubahan inti sel.
        Sifat : antiviral, antiproliferasi, anti-inflamasi, immunoregulator.
        Efek samping : fever, kulit kering, bibir dan mulut terasa kering, epistaksis, fatigue, mual, anoreksia, headache, atralgia, anemia, myalgia, lethargy dan neutropenia.
        Indikasi : limfoma non-Hodgkin’s, mycosis fungoides, KS, multiple myeloma, myeloma maligna, kanker sel ginjal, kanker ovarium, kanker kandung kemih dan leukimia myelogenik kronik.
        Dosis : 20 MU IV/SC.
b.      9-cis retinoid acid (Alitretioin)
        Cara kerja : menghambat proliferasi sel SK melalui interleukin-6 (IL-6).
        Efek samping : kemerahan dan iritasi kulit, nyeri, bengkak dan parestesi.
        Dosis : 60-100mg per oral.
c.       Interleukin-12
        Cara kerja : menghambat aktifitas angiogenik dari permulaan induksi interferon-gamma (IFN-gamma) yang merubah induce protein-10 (IP-10).
        Efek samping : malaise, fever, mual, muntah, diare, dyspnea, eosinophilia, anemia, retensi cairan, peningkatan bilirubin, peningkatan serum kreatinin, glositis, mulut kering, disorientasi, psikosis, trombositopenia, eritema, hipotensi, oliguri, alopesia dan infark miokardial.
        Dosis : 100 mg/kg.

3.      Protease inhibitor HIV-1 :
a.       Saquinavir
        Efek samping : mual, muntah, diare, hepatitis, lipodistrofi, hiperlipidemia, diabetes militus, hiperglikemi, headache, peningkatan enzim hati.
        Dosis : 3 X 600 mg perhari pada saat makan atau 2 jam setelah makan.
b.      Ritonavir
        Efek samping : mual, muntah,diare, hepatitis, pankreatitis, hiperlipidemia, hiperglikemi, neuropati perifer, parastesia circumoral, astenia, lipodistrofi, rasa kecap berkurang, maculopapular rash, peningkatan enzim hati, panas, hipermenore.
        Kontra indikasi : obat ini tidak boleh digunakan bersama obat cisapride, terfenadine, astemizole, flecainide, midazolam, triazolam, dan flurazepam. Hati-hati penggunaan obat terhadapt pasien hepatitis B kronik dan hepatitis C kronik.
        Dosis : 2 X 600 mg perhari pada saat makan.
c.       Indinavir
        Efek samping : mual, muntah, diare, hepatitis, nephrolitiasis, nefritis intertisial akut, gagal ginjal akut, hiperglikemi, diabetes mulitus, hiperlipidemi, hemolisis, rash, lipodestrofi, headache, astenia, pandangnan kabur, pusing dan rasa metal.
        Kontra indikasi : hindari penggunaan obat bersama obat antasida dan sucralfare.
        Dosis : 3 X 800 mg perhari.
Terapi kombinasi
1.      Adriamycin 20 mg/m2 + Bleomycin 10 U/m2 + Vincristine 2 mg setiap 2 minggu.
2.      Interferon-alpha 15 juta U/d + Zidovudine 600 mg/d.
Terapi lokal
1.      Sol. Vincristine 0,1 mg/ml intralesi setiap 2 minggu.
2.      Sol. Alitretinoin 7% cream selama 12-16 minggu.
3.      Eksisi
4.      Cryotherapy dengan nitrogen cair
5.      Laser
6.      Terapi radiasi dosis 800 cGy.

PROGNOSIS
SK jarang menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi pada kasus SK endemik tipe lymphadenopatic dan pada SK epidemik dengan infeksi oportunistik. Kematian pada SK epidemik tidak langsung akibat SK tetapi karena infeksi oportunistiknya.
Survival SK berbeda-beda untuk tiap jenisnya, yaitu :
1.      SK klasik : rata-rata survive 10-15 tahun.
2.      SK endemik African : rata-rata survive 5 -8 tahun pada orang dewasa dan 1-3 tahun pada anak-anak.
3.      SK epidemik :
        Prognosis baik dan rata-rata survival mencapai 32 bulan bila lesi hanya sedikit, lesi baru muncul beberapa bulan, tidak ada riwayat infeksi oportunistik dan jumlah CD4 > 300/mm.
        Prognosis jelek dan rata-rata survival 7 bulan bila berkembang infeksi oportunistik dalam 3 bulan diagnosis SK.
RINGKASAN
SK merupakan neoplasma pembuluh darah dan limfe yang terutama mengenai pembuluh darah kulit. Penyakit ini belum mempunyai etiologi dan patogenasis yang jelas. Beberapa faktor predisposisi seperti genetik, hormonal, immunosupresif dan onkogen diduga terlibat dalam terjadinya penyakit ini.
SK lebih banyak diderita laki-laki dari pada perempuan. Prognosis tergantung dari tipe SK. Penyakit ini umunya jinak, jarang bermetastase dan tidak fatal, tetapi penyakit ini dapat menjadi fatal bila disertai infeksi oportunistik pada SK epidemik.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Roan M, MacKIE. Soft-Tissue Tumors. In : Champion R.H, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editors. Rook, Wilkinson, Ebling. Textbook of Dermatology, 6th ed. Oxfod : Blackwell Science Ltd; 1998. p. 2358-60.
2.      Arnold HL. Odom RB, James WD. Andrew’s Diseases of The Skin.8th ed. Philadelphia : WB Saunders; 1990.
3.      Schwart RA. Kaposi’s Sarcoma : Advances and Perspective. J Am Acad Dermatol 1996; 34 : 804-10.
4.      Gascon Pere, Schwart RA. Kaposi’s Sarcoma : New Treatment Modalities. Dermatologic Clinics 2000; 18 : 169-76.
5.      Safai B, Wolfin N. Kaposi’s Sarcoma-Acquired Immune Deficiency Syndrom in the Spectrum of Sexually Transmitted Diseases. In : Felman YM, Phil MM, editors. Sexually Transmitted Diseases. New York : Churchill Livingstone; 1986. p. 21-27.


Edting By : EnongXp

0 comments :

Posting Komentar

ALL OF SPACE LINK PAY TO CLIC Or Internet Marketing

JOIN WITH EASYHITS4U The Most Popular Traffic Exchange KLIK ME Please $6.00 Welcome Survey After Free Registration!