Blog ini menyediaakan berbagai macam Aneka Artikel tentang dunis kesehatan, semoga yang sedikit ini membawa banyak manfaat bagi kita semua.
 

Fotokemoterapi pada Hipopigmentasi Pasca Infalmasi

Fotokemoterapi pada Hipopigmentasi Pasca Infalmasi

Oleh :
dr. MOH. IFNUDIN, SpKK.

RSUD. DOKTER WAHIDIN SUDIRO HUSODO
KOTA MOJOKERTO
2010


PENDAHULUAN

Infalamsi pada kulit acap kali menimbulkan bercak hiperpigmentasi pada proses penymbuhan. Walaupun dapat disebabkan oleh berbagai kerafdangan kulit, yang paling serig biasanya disebabkan oleh dermatitis kronis. Namun pada individu dengan warna kulit gelap, manifestasi psca keradangan ini dapat menimbulkan bercak hipopigmentasi. Kelainan ini dapat berlangsung lama setalah proses pentmbuhan inflamasi, bahkan bercak in dapat menetap.
Hipopigmentasi pasca inflamasi pada transfer melanosom. Diagnosis ditegakkan berdasar riwayat atau pengamatan adanya penyakit kulit lain. Bila diagnosis mengalami kesulitan, biopsi pada lesi hipomelanotik dapat menunjukkan gambaran histologi penyakit dasar dari kelainan kulit.
Biasanya pada saat dokter berhasil menyembuhkan penyakit primer pada seorang penderita dan mendapatkan hipopigmentasi pasca inflamasi dokter akan merasa berhasil dalam memberikan terapi, tetapi pada penderita sendiri masih timbul perasaan khawatir tentang kelainan yang ada, bahkan kedang – kadang penderita merasa bekas yang timbul ini merupakan masalah dan sangat menjadi pikran dari pada lesi primernya sendiri sehingga timbul keinginan untuk mengobat I hingga hilang.
Pengobatan hipopigmentasi pasca inflamasi biasanya tidak spesifik. Banyak dokter yang menyarankan pada penderitanya untuk menggunakan emolien dan menuggu sampai terjadi perbaikan pigmen secara spontan, sedangkan beberapa dokter lain emberikan resep kortikosteroid topical dengan harapan terjadi suatu perubahan. PUVA merupakan salah satu pengobatan yang efektif pada kelainan hipopigmentasi pasca inflamasi.

HIPOPIGMENTASI PASCA INFLAMASI
Sejumlah penyakit keradangan kulit dapat disertai atau meninggalkan bercak hipomelanosis pada area yang terkena. Hal ini seringkali ditemukan pada dermatitis atopik, proriasis, dan dermatitis alergi, serta yang lebih jarang pada perapsoriasis, pitiriasis likenoides kronis, mikosis fungoides, liken planus, lupus eritematosus diskoid serta dermatitis seboroik.
Secara klinis, sebagian besar dari hipomelanosis pasca inflamasi tampak serupa, tidak tergantung jenis keradangan kulit yang terjadi sebelumnya. Bercak biasanya berwarna putih dengan batas tidak jelas dan selalu berkaitan dengan lokasi erupsi yang mendahuluinya. Bercak ini segera muncul setalah proses penyakit mengalami remisi dan mulai memudar dalam beberapa minggu hingga bulan, terutama di area yang terpapar sinar matahari.
Kelainan ini diduga terjadi akibat hambatan transfer melanosom, di mana pada eksema hal ini di karenakan adanya edema. Sedangkan pada psoriasis peningkatan turn over epidermal dianggap bertanggung jawab. Pada limfoma sel T terdapat perubahan degenerative pada melanosit serta melanosom. Secara klinikopatologi hipopigmentasi pasca inflamasi termsuk golongan yang melanopenik di mana kelainan erjadi karena kegagalan dalam fungsi melanosit atau epidermal melanin unit.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengamatan atau adanya riwayat kelainan dermatosis yang menyertai. Jika diagnosis sulit ditegakkan, biopsi dari lesi yang hipomelanosis bias mengungkapkan gambaran histologi pnaykit yang mendasari.
Secara normal, pengobatan ditujukan pada kelainan dasar. Bila proses inflamasi telah membaik, warna kulit konstitutif secara perlahan akan kembali. Hal ini dapat dipercepat dengan pajanan sinar matahari, namun pada proses inflamasi yang berlangsung lama warna kulit tidak dapat menjadi normal.

FOTOKEMOTERAPI
Definisi
Fototerapi
Adalah penggunaan radiasi elektromagnetik yang tidak etrisonasi daalm pengobatan penyakit. Radiasi elektromagnetik adalah suatu energi yang mempunyai spectrum panjang gelombang berbeda. Panjang gelombang lebih dari 100 nm disebut sebagai radiasi non ionisasi kaena foton tidak menyebabkan ionisasi pada atom yang erkena. Fototerapi biasanya menggunakan terapi dengan sinar ultraviolet B. sebagai kromofor pada terapi ini adalah endegon, terutama deoxyribonucleic acid. Sedangkan yang dimaksud fotokemoterapi adalah pengobatan yang menggunakan radiasi elktromagnetik yang tidak terionisasi dengan kombinasi kromofor eksogen. Pengobatan yang sudah dikenal adalah PUVA ysng terdiri dari radiasi ultraviolet A dan psoralen.
Sejarah
Sinar matahari merupakan sumber utama panas fisik. Cahaya, energy dan sumber kehidupan yang sejak dahulu dipuja dan disembah oleh kepercayaan orang Mesir, Persia dan Yunani. Pada abad kedua sebelum masehi, Hedrodotus yang merupakan bapak Helioterapi menegaskan pentingnya paparan matahari untuk memperbaiki kesehatan. Pada akhir abad ke delapan belas ‘Dark Ages’ mengakhiri praktek ini ketika sinar matahari mempunyai efek dalam menyembuhkan riketsia.
Pada tahun 1890, Neil Finsen memperoleh hadiah nobel karena pnggunaan sinar matahari dari karbonarc pada pengobatan tuberkuolusis kutis. Popularitas fototerapi UV menigkat dangan penemuan panas dari asap lampu merkuri pada awal abad ke-20. Sejak 1920 sampai 1970, sumber UV ini paling sering digunakandalam praktek dematologi.
Penggunaan bahan topical yang berasal dari ekstrak tumbuh – tumbuhan, biji atau dari bagian tumbuhan lain yang mengandung psoralen alami yang diikuti penyinaran denga sinar matahari telah digunakan oleh orang Mesir kuno dan dukun Indian pada 1000 tahun yang lalu sebagai terapi vitiligon. Pada pengobatan modern, penelitian klinis tentang pemberian psoralen topical dan oral pada vitiligo pertama kali dilaorkan oleh El Mofty pada tahun 1948 dan kemudian oleh lerner dan kawan – kawan. Pada tahun 1974, pemakaian 8-metoksipsoralen (MOP) secara oral yang kemudian diberikan penyinaran sinar UVA buatan sangat efektif pada pengobatan psoriasis, yang merupakan konsep terapuetik baru dalam istilah fotokemoterapi atau PUVA.
Prinsip Terapi PUVA
Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk energi yamg mempunyai spectrum panjang gelombang berbeda. Panjang gelombang lebih dari 100 nm disebut sebagai radiasi non ionisasi dari atom yang terkena. Dasar dari terapi PUVA adalah merangsang remisi dari berbagai penyakit kulit dengan reaksi fototoksik yang terkontrol serta berulang. Reaksi ini terjadi hanya saat psoralen diaktivasi oleh UVA.
Psoralen
Psoralen adalah furocoumarin trisiklik yang secara alami terdapat pada tanaman, tetapi beberapa psoralen sintesis juga tersedia. Psoralen yang paling sering digunakan secara oral dan untuk berendam adalah 8-MOP (methoxalen , xanthotoxin ), yang berasal dari tanaman tetapi juga terdapat dalam bentuk sintesis yang kurang fototoksik pada pemakaian secara oral, tetapi lebih fototoksik pada pemakaian secara berebdam. Juga 5-MOP (bergapten) secara terapeutik efektif pada penggunaan oral dan berendam, kurang eritemogenik pada penggunaan pada penggunaan secara oral tidak menimbulkan reaksi alergi.
Topikal
Psoralen dapat digunakan secara topikal pada pemberian area tertentu atau untuk berenda. Keuntungan dari penggunaan psoralen secara topikal ini adalah tidak terdapatnya efek samping sistemik. Sedangkan kerugiannya :
- Fototoksik lebih berat karena konsentrasi psoralen yang tinggi pada kulit.
- Terbatasnya area pengobatan kecuali dgnan berendam.
- Mahal pada pengguanaan secar berendam.
Oral
Kristal 8-MOP (meladinine ) biasanya diberikan dengan dosis 0.6 mg/kg BB yang diberikan 2 jam sebelum penyinaran dilakukan. Penetuan dosis sesuai permukaan tubuh (25mg/m ) menujukkan konsentrasi psoralen lebih merata dalam plasma. 8-MOP dalam bentuk cair dalam kapsul gelatin lunak, biasanya lebih mahal dan sulit diperoleh. 5-MOP (Bergaptan ) diberiakn dengan dosis 1,2 mg/kg karena penterapannya yang sukar. Penggunaan secara oral member keuntungan prosedur yang sederhana. Namun terdapat pula kerugian yaitu efek samping pada gastrointestinal seperti nausea dan vomiting. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara pemberian bersama makanan.
Pemberian antimetik dapat juga digunakan setengah jam sebelum pemberian terapi. Pada penderita yang tidak toleran terhadap efek samping ini disarankan mengganti pengobatan. Selain itu penderita disarankan memakai kaca mata pelindung sinar sampai 12 jam setalah penmberian terapi atau selama terapi. Walaupun tidak ada laporan tentang insidensi peningkatan katarak pada pemberian fotokemoterapi PUVA.
Radiasi UVA
UVA yang paling sering digunakan untuk terapi PUVA adalah lampu fluoresen atau lampu metal halide bertekanan tingi. Yang khas, pada lampu fluoresen PUVA, mempunyai puncak emisi pada 352 nm dan pancarabn sekitar 0,5% dalam jarak UVB. Dosis UVA diberikan dalam J/cm , biasanya pengukuran dilakukan fotometer dengan satu sensitifitas maksimum pada 350 – 360 nm.
Efek fotosintesitifitas PUVA
Terapi PUVA menghasilkan suatu respon keradangan dengan manifestasi eritema fototoksik tipe lambat. Reaksi ini tergantung dosis obat dan UVA dan juga sensitifitas secara individu terhadap reaksi fototoksik. Pigmentasi adalah efek penting kedua dari PUVA, secara klinis dapat timbul tanpa kejadian eritema, khusunya pada pemberian 5-MOP atau TMP yang diberikan secara oral, terutama pada pengobatan vitiligo dan sebagai terapi pencegahan pada fotodermatosis teetentu. Pada kulit normal, pigmentasi karena PUVA maksimal terjadi pada sekitar 7 hari setalah paparan dan dapat berakhir dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Mekanismee kerja fotokemoterapi PUVA
Mekanisme kerja yang pasti dari fotokemoterapi belum di pahami secara pasti. Bermacam- macam penyakit dengan patogenesis yang tidak sama dapat diterapi denga baik pada fotokemoterapi menimbulkan dugaan tentang berbagai reaksi fotobiologi yang terjadi. berbagai dugaan mekanisme kerja yang terjadi :
1. Menghambat sintesa DNA
Absorbsi foton yang berasal dari radiasi ultraviolet dengan psoralen mengakibatkan ikatan fotokimia terhadap suatu dasar pirimidin. Efek farmakologi pertama yang diketahui dari PUVA adalah menghambat sintesis DNA.
2. Efek Imunomodulasi
a. Imunosupresi
Menghambat reaksi hipersensitif dari radiasi tipe lambat dengan cara menghambat dan mengurangi fungsi sel Langerhans, yang merupakan sel penyaji antigen utama dikulit.
b. Efek pada sel penyaji antigen
Sel Langerhans epidermal yang merupakan sel penyaji antigen yang berperan pada awal reaksi imunologi, jumlahnya berkurang pada penyinaran denga PUVA, yang mengakibatkan gangguan dalam fungsi penyajian antige.
c. Produsi faktor dalam proses imunologi
Keratinosit dapat menghasilkan bermacam sitokin dan kemokin pre-inflamasi. PUVA menigkatkan produksi dan pengeluaran beberapa factor penghancur ini yang dapat menghambat reaksi imunologi
d. Eefk pada limfosit
Pada penyinaran PUVA menyebabkan perubahan populasi sel limfosit pada tepi pembuluh darah yang menyebabkan migrasi sel limfosit terhadap kemoreaktan dihambat dan munujukkan penurunan produksi IL-2 di limpa secara in vivo pada percobaan yang dilakukan terhadap tikus.
e. Menekan sel Mast
Puva menekan degranulasi sel mast dan pengeluaran histamin dari sel mast
3. Melanogenesis
Meningkatkan pembentukan melanin dan merangsang melanosit.
4. Phototolerance
Menimbulkan penebalan epidermis dan juga warna coklat pada kulit. Efek ini membuat kulit menjadi lebih tahan erhadap sinar.
PUVA pada melanogenesis
Terapi PUVA yang menimbulkan kesembuhan pada vitiligo telah lama diketahui. Efek PUVA pada melanogenesis diduga menimbulkan :
1. Mitosis dan proliferasi melanosit
2. Aktivasi dan peningkatan sintesis tirosinase
3. Menigkatkan pembentukan melanin dari melanosom
4. Meningkatkan transfer melanosome ke keratinosit.

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi PUVA
Fotokemterapi PUVA lebih dianjurkan pada :
1. Penyakit yang responsif terhadap PUVA
2. Dipertimbangkan untuk pengobatan dengan dosis pemeliharaan.
Penyakit yang responsive terhadap PUVA
Beberapa penyakit yang memberikan respon baik pada pengobatan PUVA adalah :
1. Kelainan hiperproliferatif
Psoriasis
Limfoma sel T kutaneus
Papulosis limfomatoid
Pitiriasis rubra pilaris
2. Inflamasi
Dermatitis atopi
Dermatitis tangan dan kaki kronis
Postulosis palmoplantar
Liken planus
Alopesia areata
Cutaneous graft versus host disease
Pitiriasi likenoid et variosiform akut
3. Kelainan melanosit
Vitiligo
Hipopigmentasi pasca infalamasi
4. Kelainan sel mast
Uritkaria pigmentosa
5. Kelainan fotosensitif
Poplymorphous light reaction
Dermatosis aknitik kronis
Kontraindikasi
Suatu kepustakaan menyatakan tidak ada kontraindikasi absolute untuk fotokemoterapi, yang ada adalah kontraindikasi relatif, yaitu :
1. Usia muda, kurang dari 12 tahun
2. Intelegensia yang rendah
3. Kehamilan atau menyusui
4. Penyakit vesiko bulosa karena kelainan autoimun
5. Penderita yang tidak kooperatif
6. Riwayat adanya tumor kulit premaligna atau malilgna.
Sumber lain menyatakan bahwa kehamilan, gangguan fungsi hepar dan renal berat, serta penderita penyakit yang diperburuk atau dirangsang oleh paparan UVA seperti lupus eritematosus, porfiria, xeroderma pigmentosum adalah kontraindikasi absolute untuk PUVA. Katarak dan afakia bukan merupakan kontraindikasi absolute jika proteksi pad amata dilakukan secara adekuat. Perlu diperhatikan pula bahwa penderita dengan pemfigus dan bulous pemfigoid mungkin dapat terjadi kekambuhan dengan pemberian PUVA, penderita dengan riwayat keener kulit beresiko untuk terjadinya kanker baru. Sedangkan penderita dengan gangguan system imun sebaiknya tidak mendapat PUVA, walaupun belum ditegaskan secara jelas.

Efek Samping Akut Fotokemoterapi
Beebrapa efek samping dapat terjadi secara akut pada fotokemoterapi yaitu :
1. Eritema sampai luka bakar berat dengan bula.
2. Reaksi alergi terhadap psoralen.
3. Pruritus yang menetap selama pemberian terapi dan parasaan nyeri seperti sengatan dapat menjalar ke daerah sekitar tempat penyinaran. Mekanisme ini tidak diketahui, dan tidak berespon pada pemberian antihstamina.
4. Efek samping psoralen, seperti nausea dan vomiting.
5. Tanning.
Efek Samping Fotokemoterapi Jangka Lama
Penggunaan fotokemoterapi jangak lama juga dapat menimbulkan berbagai efek samping, seperti :
1. Photodamaged skin
- Lentigenes : kelainan ini berbentuk frekles yang memberikan gambaran yang jelas adanya kerusakan kulit akibat penyinaran. Hal ini terjadi akibat pemberian terapu berulang dan jangka panjang, sehingga menyebabkan dosis kumulatif dari UVA dan pada pemberian dosis besar. Penderita dengan lentigenesis sebaiknya diwaspadai untuk terjadi nya keganasan kulit.
- Keratosis : lesi ini paling sering terjadi pada ektremitas bawah. Dapat dihilangkan dengan cryotherapy
2. Timbulnya keganasan
Tergantung dari dosis kumulatif UVA. Walaupun insidensinya lebih rendah pada orang Asia yang mendapat etrapi ini. Pada penderita dengan terapi PUVA berisiko terjadinya karsinoma sel skuamous, tetapi tidak terhadap karsinoma sel basal.
3. Efek pada mata
Walaupun pada penelitian terhadap binatang, menyebutkan risiko terjadinya katarak premature, namun pada evaluasi klinis tidak menunjukkan adanya peningkatan katarak kecuali pada penderita yang tidak mendapat perlindungan yang baik. Sebagian besar pada penelitian prospektif tidak melaporkan adanya peningkatan insidensi kekeruhan lensa mata pada penderita yang menggunakan perlindungan mata selama pemberian psoralen. Hal in jelas tidak ada risiko bila pemberian psoralen diberikan secara topical atau berendam.
PROTOKOL FOTOTERAPI DAN FOTOKEMOTERAPI
Ada 3 komponen penting dari protokol pemberian radiasi sinar ultraviolet (UVR).
Dosis Permulaan
Untuk keberhasilan pengobatan, sangat penting menetukan dosis permulaan yang benar. Dosis rendah akan menghasilkan pengobatan yang lebih cepat dalam penyembuhan penyakit akibat efek tanning yang ditimbulkan sehingga menyebabkan kulit menjadi lebih toleran terhadap sinar. Dengan dosis yang lebih besar akan menyebabkan perasaan nyeri akibat terbakar sinar. Ada 2 cara dalam penetuan dosis permulaan.
a. Tipe kulit yang beraksi terhadap sinar matahari system ini diperkenalkan oleh Fitzpatrick pada tahun 1970 untuk menentukan dosis permulaan pada pemberian fotokemoterapi PUVA. System in bedasarkan adanay riwayat terbaakr sinar dan tanning setalah terpapar sinar matahari. Ada 6 tipe kulit :
Tipe                                                          Dosis pemberian
1. I selalu terbakar , tidak pernah tan         1 j/m
2. II selalu terbakar, kadang tan                1,5 j/m
3. III kebanyakan tan, kadang terbakar     2 j/m
4. IV selalu tan, jarang terbakar                 2,5 j/m
5. V keclokatan                                        3 j/m
6. VI hitam                                               0,5 j/m

Ada beberapa kelamahan dari sistem ini, seperti ada beberapa orang yang dari anamnesis tidak dapat dimasukkan kedalam tipe kulit di atas. Disebabkan karena beberapa dari meraka tidak dapat mengingat perubahan yang terjadi pada saat berjemur, karena ada beberapa tempat di mana berjemur kurang populer seperti di Asia. Selain itu hal ini mnujukkan bahwa sensitivitas eritema UVB atau PUVA tidak dapat diduga berdasarkan jenis kulit. Oleh karena itu jenis kulit yang paling sering dianjurklan untuk tiap tipe kulit adalah lebih rendah dari yang seharusnya diberikan untuk menghindari perasaan nyeri karena terbakar.
b. Fototes
Metode ini diperkenalkan oleh Wolff dalam penentuan dosis permulaan. Metode ini dapat diterima dengan baik dan merupakan metode paling baik dalam penentuan sensitifitas eritema dari UVB atau PUVA. Namun metode ini memerlukan waktu yang lebih lama dan kadang – kadang sangat sulit. Prisip dari fototes adalah memberikan paparan pada area kecil kulit untuk menentukan dosis ultraviolet. Walupun area paling sensitive adalah bokong, hal ini sulit dalam melakukan fototes pada aera ini. Uji biasanya dilakukan pada daerah punggung atau lengan bagian dalam. Dosis sebaiknya dimulai sekitar 70% dari dosis eritema minimal (dosis paling rendah dari yang dapat menimbulkan eritema) atau dosis fototoksik ( dosis paling rendah yang dapat menimbulkan eritema dengan phptpsensitizer).
Dosis yang direkomendasikan untuk fototes
Untuk fotokemoterapi PUVA
Kulit putih ( tipe kulit I, II ) : 1,2,,4,5,6,8,11,12 j/cm
Kulit gelap ( tipe kulit III, IV ) : 2,4,6,8,11,12,16 j/cm
Dosis fototoksik minimal dibaca dalam 72 jam setelah penyinaran.
Frekuensi pengobatan
Pengobatan yang diberikan lebih sering akan member hasil lebih efektif. Eritema yang ditimbulkan oleh radiasi merupakan faktor kontrol untuk membatasi pemberian terapi. Pengobatan sebaiknya tidak diberiakn bila eritema pada pengobatan sebelumnya belum hilang.
Eritema yang ditimbulkan oleh PUVA lebih lambat. Tidak terjadi kurang dari 48 jam dan dapat terjadi 72 jam setelah penyinaran. Oleh karena itu, PUVA sebaiknya diberikan setidaknya dengan interval 48 sampai 72 jam.
Peniggakatan dosis
Selam fotokemoterapi, tanning dan penebalan kulit mebuat kulit menjadi kurang sensitive terhadap penyinaran UV. Walaupun jarak dan lama pemberian untuk menimbulkan adaptasi pada kulit tidak diketahui. Untuk keradangan kulit penigkatan dosis sebaiknya lebih agresif untuk menggulangi dalam penyesuaian kulit.
Fotokemoterapi pada hipopigmentasi pasca inflamasi
Sebelum melakukan fotokemoterapi, ada beberapa kriteria seleksi yang harus ditetapkan :
1. Penderita tanpa kontraindikasi untuk menjalani fotokemoterapi sistemik.
2. Penyakit primernya tidak merupakan kontraindikasi untuk pemberian terapi PUVA.
3. Penyakit dasarnya harus disembuhkan terlebih dahulu sebelum pemberian terapi PUVA.
4. Penderita berpendidikan, sehingga meraka dapat mengerti tentang komplikasi pengobatan dan meraka dapat memberitahu komplikasi dan efek samping pengobatan pada doker.
5. Gagal terapi dengan cara lain, dan merupakan kasus yang sulit.
6. Penderita yang bersedia.
Sedangkan kontraindikasi adalah kontraindikasi standart untuk fotokemoterapi sistemik. Sebagai contoh pemberian PUVA sistemik untuk hipopigmentasi pasca inflamasi akibat infeksi tinea versikolor yangdibuktikan dengan pemeriksaan KOH positif yang selanjutnya dilakukan ppengobatan tinea versikolor selama 3 minggu, kemudian dilakukan pemeriksaan KOH ulang setelah mendapat pengobatan, hsilnya negative. Dapun jarak waktu pemeriksaan KOH dan mulai pengobatan PUVA sekitar 60 hari. Selama periode tersebut penderita hanya menggunakan emolien. Tetapi dengan 8-MOP (dosis 0,6 mg/kg) diberikan 2 jam terlebih dahulu sebelumya penyinaran. UVA disinarkan pada daerah yang terkena,dengan dosis 50% MPD. Paparan permulaan diberikan 3 kali perminggu, jika penderita tidak menujukkan efek samping, dosis dapat ditingkatkan sebesar 0,5 j/cm tiap 2-3 pengobatan sampai terdapat perbaikan, kemudian dipertimbangkan untuk menurunkan frekuensi pengobatan. Evaluasi selama pengobatan in adalah terjadinya pigmentasi.
Hasil yang diperoleh, 90% penderita terdapat perbaikan yang memuaskna (80-100% terjadi pigmentasi) dan 10% penderita memperoleh hasil baik (60 – 80% terjadi pigmentasi).
Adapun efek samping yang terjadi adalah mual, pusing, eritema, serta perasaan geli. Walaupun fotokemoterapi efektif pada hipopigmentasi pasca inflamasi tetapi bukan merupakan pilihan pertama pengobatan, dapat menjadi pilihan pengobatan setalah bentuk terapi lain gagal. Fotokemoterapi menjadi pertimbangan pada kasus yang sulit dan kronis yang telah gagal pada pemberian terapi konvensional. Oleh karena fotokemoterapi adalah pengobatan memakan waktu, hal ini memerlukan persiapan penderita yang baik sehingga proses terapi berjalan lancar dan terjalin kerja sama yang baik antara doker dan penderita.

KEPUSTAKAAN
1. Johnson LB Elder ED, Clark Jr. Disorder of pigmentation. In : Bondi EE, Jegashoty BV, Lazarus GS, editors. Dermatologi, Dianosis and Therapy. New Jersy : Appleton & Lange ; 1991.p.188-205
2. Jirot Sindhvananda MD. Photochemoterapy of postinflammatory hypopigmentation. Manual for work shop in photodermatology. Pre-congres Teaching course the 12 regional conference of dermatology ( Asian - Australia). 1996
3. Mosher BD, Fitzpatrick TB, Ortone JP, Hori Y.Hypomelanoses and hypermelanoses. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Goldsmith LA, Klatz SI, et al, editors. Dermatology in General Medicine. 5 ed New York McGraw-Hill Inc ; 1999.p.945-1017
4. Morison WL. Phototherapy and Photochemoterapy of skin disea. 2 ed. New York : Raven Press ; 1991
5. Anavaj Sakunthabhai MD. Principle of Phototherapy and Photochemoterapy. Manual for workshop inphoto-dermatology. Pre – congres Teaching course the 12 regional conterence of dermatology ( Asia - Australia) . 1996

Atau Silahkan Unduh Filenya DiSini

Edting By : EnongXp

0 comments :

Posting Komentar

ALL OF SPACE LINK PAY TO CLIC Or Internet Marketing

JOIN WITH EASYHITS4U The Most Popular Traffic Exchange KLIK ME Please $6.00 Welcome Survey After Free Registration!