Blog ini menyediaakan berbagai macam Aneka Artikel tentang dunis kesehatan, semoga yang sedikit ini membawa banyak manfaat bagi kita semua.
 

DISFAGIA PADA ANAK


DISFAGIA PADA ANAK

Oleh :
TUTUT SRIWILUDJENG T.
RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto

PENDAHULUAN
Disfagia adalah kesulitan makan sebagai akibat gangguan dari salaj satu tahapan dalam proses menelan. Walaupun sering menyertai disfagia, odinofagia (rasa nyeri pada saat menelan) harus dibedakan dengan disfagia. Perlu perhatian juga bahwa disfagia tidak dirancukan dengan globus. Globus adalah  perasaan menetap seakan – akan ada gumpalan di kerongkongan walaupun sebenarnya tidak ada kerusakan organic ataupun gangguan menelan yang sebenarnya.
Disfagia merupakan ancaman yang serius karena merupakan resiko terhadap terjadinya pneumoni aspirasi, malnutrisi, dehidrasi penurunan berat badan dan obtruksi saluran napas. Penderita usia tua adalah yang paling beresiko terhadap disfagia dan komplikasinya, terutama silent aaspiration.
Gangguan menelan pada anak – anak, berbeda dengan orang dewasa, mengakibatkan hal – hal khusus yang tidak dijumpai pada penderita dewasa. anak – anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari organ – organ menelan serta refleks – refleks oro-motorok. Anak – anak juga sedang mengalami pematangan dari perilaku makan.
Pendekatan yang dilakukan juga berbeda karena pada anak – anak hubungan orang tua dengan anak merupakan hal yang lebih penting. Efek dari disfagia terhadap pemenuhan nutrisi anak juga harus mendapat perhatian lebih agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Penyebab disfagia dapat merupakan kelainan – kelainan yang mengenai fase oral, faringeal ataupun  esophageal dari proses menelan yang normal. Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat sengat penting dalam mendiagnosis dan menatalaksanaan disfagia. Anamnesis yang dilakukan dengan teliti dapat membantu dokter menentukan 80 sampai 85% penyebab disfagia. Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologist juga harus dilakukan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji disfagia pada anak..

1.            Fisiologi Proses Menelan
Tindakan menalan disebut deglutisi, dimana makanan atau bolus cairan ditransport dari rongga mulut melalui faring dan esophagus ke dalam lambung. Proses deglutisi yang normal adalah suatu proses yang terkoordinasi  dengan halus yang melibatkan rangkaian kontraksi neuromoskuler volunteer dan involunter yang kompleks. Secara umum proses deglutisi dibagi menjadi 3 tahap berurutan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophagus.
            Fase Oral
Fase oral terdiri  dari dua fase yaitu preparasi (persiapan) dan propulsive (mendorong). Fase preparasi merupakan pemrosesan dari bolus agar dapat mudah ditelan, sedangkan fase propulsive adalah pendorongan makanan dari rongga mulut ke orofaring.







Gambar 1: lidah membentuk bolus makanan kemudian mendorongnya ka arah pelatum durum.
Pada anak normal rongga mulut berfungsi sebagai organ sensoris dan motoris yang merubah fisik makanan baik ukuran, bentuk, pH, suhu maupun konsistensinya agar aman untuk ditelan dan agar makanan dapat sampai ke faring tanpa masuk ke dalam laring.
Porses ini dimulai dengan kontraksi lidah dan otot – otot mastikasi. Otot – oto bekerja dengan terkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan savila dan mendorongnya dari rongga mulut ke orofaring, dimana refleks menelan involunter terpicu.
Serebelum bertanggung jawab mongontrol output untuk nucleus motorik dari saraf – saraf cranial n. V (trigeminus), n. VII (fasialis), dan n, XII (hypoglosus).
Pada saat menelan cairan seluruh proses berlangsung sekitar 1 detik. Dalam hal ini menelan makanan padat, dapat terjadi pelambatan 5 – 10 detik sementara makanan terakumulasi di orofaring.
  
            Fase Faringeal
Fase faringeal merupakan fase paling penting karena tanpa mekanisme protektif laring yang utuh, aspirasi sangat mungkin terjadi pada fase ini. Faring merupakan daerah pertemuan saluran pernapasan dan saluran cerna, perjalanan makanan melalui daerah ini memerlukan mekanisme yang efisien untuk dengan aman mengarahkan makanan ke esophagus.
Selama fase ini proses menelan adalah reflektif dan meliputi rangkaian kompleks dari gerakan yang cepat, overlapping dan sangat terkoordinasi. Palatum molle terangkat untuk menutup nasofaring. Kontraksi muskulus suprahyoid menarik tulang hyoid dan laring bergerak ke atas dan depan. Lidah menekan ke belakang dan bawah ke arah faring untuk mendorong makanan ke bawah. Pada saat ini lidah dibantu oleh dinding faring yang bergerak kea rah dalam dengan gelombang kontraksi progresif dari atas ke bawah. Pilka vokalis bergerak ke garis tengah dan epiglottis melipat ke belakang untuk melindungi jalan napas. Sfingter esophagus  atas berelaksi selama fase ini dan menjadi erbuka karena terikan tulang hyoid dan laring ke arah depan.
Sfingter ini menutup setelah makanan melewatinya, dan struktur faring kemudian kembali pada posisi semula. Refleks menelan ini berlangsung hanya 1 detik, dan melibatkan jalur sensoris dan motoris saraf kanan n. IX (glosso-faringeus) dan n. X (vagus).
Fase ini berjalan involunter dan refleksif sehingga tidak ada gerakan faring yang terjadi sampai refleks menelan terpicu.
                       







Gambar 2: Pemindahan bolus makanan oleh lidah ke faring mengawali deglutisi.
  
            Fase Esofageal
Pada fase esophageal, bolus mekanan didorong ke bawah oleh gerakan peristaltikm kontraksi involunter dari otot – otot skeletal esophagus bagian atas mendorong bolus makanan ke bagian tengah dan distal. Sfingter esophagus bawah berlaksasi pada awal menelan, dan relaksasi ini berlangsung sampai makanan telah didorong ke dalam lambung.







Gambar 3: Relaksasi dari sfingter memungkinkan makanan bergerak ke esophagus proksimal
Berbeda dengan sfingter esophagus atas, sfingter bawah tidak ditarik membuka oleh muskulatur kestrinsik. Sfingter esophagus bawah mentup setelah bolus masuk ke dalam lambung, sehingga mencagah refluks gastroesofagus.
Medula spinalis mengendalikan gerakan menelan involunter ini. Mekipun demikian gerakan menelan volunteer dapat terjadi karena pengaruh korteks serebri. Kontraksi membutuhkan waktu 8 – 20 detik sehingga makanan masuk ke dalam lambung.

            Perkembangan Proses Menelan
Deglutisi prenatal terjadi pada sekitar usia kehamilan 16 -17 minggu, sedangkan perubahan besar dan letak relative komponen rongga mulut dan faring terjad pada masa paska natal.
Perubahan perkembangan perilaku makan pada anak perlu diperhatikan. Pada bayi normal fase oral proses menelan dtandai dengan gambaran yang dikenal dengan suckle feeding yang disusul dengan perkembangan transitional feeding (usia 6 – 36 bulan) dan kemudian mature feeding yang ditandai dengan menggigit dan mengunyah. Pematangan dari perilaku makan terjadi terutama sebagai hasil perkembangan system saraf pusat, disertai aktifitas motor yang dikendalikan oleh pusat yang lebih tinggi seperti thalamus dan korteks serebri.

2.            Patofisiologi
Pada anak – anak gangguan menelan jarang merupakan kelainan yang tersendiri, tetapi lebih sering pada bayi dan anak – anak dengan gangguan yang mnultipel. Keadaan yang mendasari terjadinya disfagia pada anak meliputi system saraf pusat dan perifer, penbyakit otot, dan anomaly structural rongga mulutm faring dan esophagus.
Kelompok dengan risiko terjadinya disfagia dan komplikasinya meliputi bayi premtur dengan fungsi koordinasi menelan dan pernapasan yang kurang baik, bayi yang lama tidak mendaptkan nutrisi peroral dan bayi dengan penyakit paru menahun.

2.1        Fase Menelan yang Terganggu
Gangguan menelan dapat dikategorikan menurut fase menelan yang terganggu. Gangguan fase oral yang mengenai fase preparasi dan fase propulsive biasanya disebabkan kerusakan control dari lidah. Penderita mungkin mengalami kesulitan mengunyah mekanan padat dan mengawali menelan. Ketika minum cairan penderita dapat menampung cairan dalam ronggo mulut sebelum menelan. Akibatnya cairan masuk sebelum waktunya ke faring yang belum siap, sehingga sering menyababkan aspirasi.

Table 1: Penyebab disfagia pada anak
Kelainan Struktural
Kongenital
• Atresia rongga mulut
• Labioskisis dan palatoskisis
• Makroglosia, kista, limfoma pada lidah
• Makrognati, sindroma Pierre Robin
• Ankilosis sendi temproromandibuler
• Tumor atau kista faring
• Kista epiglottis
• Atresia, stenosis, web, divertikulum, duplikasi esophagus
• Hernia pada esophagus
• Kelainan pembuluh darah besar, arteri subklavia kanan aberans, cincin vascular
Didapat
• Refluks gastro esophageal dengan epiglotik peptic
• Esofagus Barret
• Infeksi : stomatis, esofagitis, tetanus
• Alergi : stomatis, esofagitis (sindroma Steven Johnson)
• Korosif : stomatis, esofagitis (bahan korosif)
• Epidermolosis bulosa
• Benda asing
• Tumor
Gangguan neurology dan neuromuskuler
• Maturasi yang terlambat, prematuritas, defisiensi mental
• Palsi serebral
• Palsi bulbar dan saprubulbar
• Penyakit werdning – Hoffman
• Disotomia (sindroma Riley Day)
Campuran
• Akalasia
• Akalasia kikrofaringeal
• Spasme esophagus
• Fistula trakeoesofangeal
• Timus servikal aberans
• Disfagia konversi
Dikutip dari Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh RG. Sindroma gangguanmotilitas saluran cerna: patofisiologis, diagnosis, penatalaksanaan. 2004: 443 – 444.

Bila fase faringeal mengalami ganggaun yang berat, penderita mungkin tidak dapat menelan makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup  untuk mempertahankan hidup. Dalam hal kelemahan otot – otot faring atau gangguan koordinasi pergerakan atau kurang terbukanya sfingter esophagus atas, penderita mungkin menahan makanan dalam jumlah berlebihan falam faring dan mengalami overflow aspiration setela menelan. Gangguan pada fase ini  mungkin disebabkan penyakit neuromoskular. Obstruksi dapat disebabakan oleh tumor, masa keradangan, trauma/reseksi bedah, diverticulum Zenker’s, web esophagus, lesi structural ekstrinsik, massa mediatinal anterior, spondilosis servikal.
Greenle dan kawan – kawan, tahun 2002 telah menliti anak – anak dengan Malfromasi Chiari tipe 1 (herniasi otak belakang) dan menunjukkan bahwa 35% keluhan utama yang dialami anak – anak tersebut adalah gangguan fungsi ,orofaringeal sehingga menyebabkan disfagia.
Fungsi esophagus yang terganggu dapat menyebabkan retensi makanan dan cairan dalam esophagus setelah pembesaran limfonode mediastinal atau subkarnial, yang disebabkan oleh infeksi (turbekolosis, histoplasmosis) atau keganasan seperti limfoma. Anomaly vskular juga dapat menekan esophagus, dimana paling sering disebabkan arteri subklavia kanan aberans atau arkus aorta ganda yang bertempat di sisi kanan.
Penyempitan lumen esophagus dapat terjadi secara congenital ataupun didapat. Struktur peptik paling banyak terdapat pada esophagus bagian bawah cincin membranus tipis, termasuk cincin Schatzki terletak pada pertemuan skuamokular, juga dapat membuntu daerah ini. Penyempitan lumen kengenital pada esophagus tengah dapat terjadi berhubungan dengan atersia esophagus atau fistula trakeo-esofagel, di mana beberapa lesi melibatkan tualng rawan sehingga mungkin untuk berdilarasi dengan aman.

Table 2: Diagnosa Banding Disfagia
Orofaringeal
Penyakit Neuromuscular
Penyakit susunan saraf pusat
Tomur batang otak
Amytropic lateral scelerosis
Multiple scelerosis
Penyakit Huntington’s
Pasca infeksi
Poliomyelitis
Sifilis
System saraf erifer
Neuropati erifer
Disfungsi motor end-plate
Myasthenia gravis
Penyakit otot lurik (miopati)
Polimiositis
Dermatomiositis
Distrofi otot (disttrofi miotonik
distrofi okulofaringeal)
krikofaringeal (sfingter esophagus
atas ), akalasia
Lesi Obtruktif
Tomur
Massa keradangan
Trauma/reseksi bedah
Diverticulum Zenker’s
Web Esofagus
Lesi structural ekstrinsik
Massa mediastinal anterior
Spondilosisi
Esofagus
Gangguan Neuromuscular
Akalasia
Kelainan motorik
Spasme esofangeal difus
Sfingter esophagus bawah
hipertensif
Nutracker esophagus
Scleroderma
Lesi Obtruktif
Lesi structural intrinsic
Tumor
Striktur
Peptic
Radiation – induced
Chemical – induced
Medication – induced
Lower esophangeal rings
(Schatzki’s ring)
Esophangeal webs
Benda asing

Lesi structural ekstrinsik
Kompresi vascular
Pembesaran aorta atau atrium kiri
Vassa aberan
Massa mediastinal
Limfadenopati
Thyroid substernal


Disfagia pada anak – anak juga dapat disebabkan karena menenlan benda asing, dimana pada keadaan in keluhan disfagia mungkin beralih menjadi keluhan pernapasan. Benda asing dalam esophagus akan mudah menekan membrane posterior trakea atau laring sehingga mengahsilkan bautk stidor, wheezing atau choking.

2.2        Komplikasi Disfagia pada Anak
Disfagia menyebabkan penderita mudah mengalami aspirasi, dimana aspirasi selanjutnya akan menybabkan pneumonia. Beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya aspirasi ini diantaranya adalah jumlah, sifat fisik dan letak kedalaman aspirasi serta meknisme pembersihan oleh paru. Aspirasi  semakin berbahaya pada aspirasi dalam jumlah yang lebih besar, letak yang semakin distal dan sifat yang lebih asam. Bila aspirasi diikuti organisme infeksius atau bahkan flora normal mulut sekalipun, maka akan dapat menbyebabkan pneumonitis.
Malnutrisi dan dehidrasi sendiri merupakan factor resiko untuk terjadinya pneumonia. Malnutrisi menyebabkan seseorang rentan terhadap perubahan kolonisasi bakteri di orofaring dan menurunkan pertahankan terhadap infeksi dengan menekan system imunitas. Malnutrisi juga menyebabkan letargi, kelemahan dan penurunan kesadaran yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan terjadinya aspirasi. Tambahan pula bahwa manutrisi mengurangi kekuatan batuk dan mekanisme pembersihan paru sebagai factor pertahanan terhadap aspirasi.
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi karena asupan cairan yang kurang. Sebaliknya, dehirasi juga merupakan factor resiko terjadinya pneumonia. Hal ini disebabkan pertama karena berkurangnya aliran air liur yang dapat perubahan kolonisasi di orofaring, kedua karena letargi dan perubahan status mental yang dapat meningkatkan aspirasi, dan ketiga karena menurunnya system imunitas.


Tabel 3:  Gejala yang berhubungan dan kemungkinan etiologi pada disfagia
Kondisi
Disfagia yang progresif
Disfagia yang mendadak
Kesulitan memulau menelan
Makanan cekat waktu menelan
Batuk

Pada awal menelan
Pada akhir menelan
Kehilangan berat badan

Dengan regurgitasi
Gejala – gejala yang intermiten

Nyeri dengan disfagia




Nyeri dliperparah
Hanya makanan padat
Makanan padat dan cair
Regurgirtasi dari makanan lama
Kelemahan dan disfagia

Halitosis
Disfagia membaik dengan menelan berulang
Disfagia diperperah dengan makanan dingin
Diagnosis yang dipertimbangkan
Disfagia neuromuscular
Disfagia obtructif, esofagitas
Disfagia orofaringeal
Disfagia esofangeal


Disfagia neuromuscular
Disfagia obstructif

Karsinoma
Akalisasi

Struktur Peptik sleroderma
Cincin dan web spasme esophagus difus,
Nutcracker esophagus
Esofagitis
Paska radiation
Infeksi:herpes simplex viru monilia
Pill-induced

Disfagia obstructif
Disfagia neuromuscular
Diverkulum Zenker
Stroke, distrofi muscular, myastheniagravis
Skelrosis multiple
Divertikulum Zenker
Akalasia
Gangguan modalitas neuromuscular



3.            Anamnesis
Anamnesis yang teliti akan memungkinkan dokter untuk mengidentifikasi 80-85 persen penyebab disfagia. Hrus dibedakan kesulitan menelan ataukah nyeri saat menelan (odinofagia). Odinofagia menendakan proses inflamasi atau proses keganasan.  
Pada anamnesis penting untuk diketahui onset,lamanya dan keparahan disfagia. Bermacam gejala yang berkaitan dengan disfagia(table 3) dapat membantu mengarahkan diagnosis banding kea rah diagnosis yang spesifik atau ke diagnosis yang berkaitan anatomis-patofisiologis. Dsfaga terhadap makanan padat menunjukkan obstruksi esophageal atau structural. Disfagia terhadap cairan menunjukkan kelainan faring seperti penyakit neuromuscular.
Anak dengan disfagia dapat mengalami gejala tersedak, batuk, sesak atau menjadi  biru(sianosis)pada saat makan atau minum. Apabila gejala ini terjadi pada saat menelan,letak gangguan biasanya orofaringeal,apabila batuk segera setelah menelan mungkin suatu gangguan faring esofagial. Gejala yang muncul setelah makan mungkin menunjukkan suatu refluks gastro esofagual atau suatu retensi bahan makanan dalam suatu divertikulum atau esophagus yang mengalami dilatasi.
Anamnesis yang carmat seharusnya dapat mejawab dua pertanyaan umum. Apakah disfagia bersifat orofarineal ataukah esophageal dan apakah disfagia disebabakan obtruksi mekanik dan gangguan motilitas neuromuscular.
Penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan pada penderita disfagia merupakan indicator derajat dan lamanya penyakit. Riawayat pembedahan atau trauma pada faring, dada atau abdomen harus digali. Penderita juga harus ditanya apakah menelan bahan kaustik atau obat –obatan medikamentosa yang dapat merusak mukosa.
Talaah system sering menunjukkan penyakit sestemik yang menyebabkan disfagia. Ini meliputi osteo artitis spinal, turbekolosus dan pembesaran tiroid. Penyakit autoimun atau penyakit neuromuscular sistemik dapat menyababkan masalah dengan motilitas esophagus. 
Riwayat gangguan pencernaan pada keluarga harus dicari, seperti riwayat disfagia okulofaringeal dan distrosi muskuler. Pemakaian obat –obatan seperti antihistamin, antikolinergik, anti epresan dan antihiertensi dapat mempengaruhi fungsi kelenjar air liur atau persarafan pada proses menelan.

4.            Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan yang difokuskan pada organ atau gejala khusus dengan berdasarkan pada riwayat penyakit sering dapat mengidentifikasi penyebab disfagia.
Sptula lidah dan kaca dapat membantu melihat palatum molie dan meobilitas pita suara, tentunya pada anak pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan bila anak kooperatif. Bola memungkinkan palpasi bemanual dengan mememakai sarung tangan dapat dilakukan untuk memeriksa lantai dasar mulut, lidah dan bibir untuk mendeteksi massa atau fungsi motorik abnormal. Palpasi juga dilakukan didaerah leher untuk meraba adanya massa atau limfadenopati yang dapat menyebabkan disfagia obtruktif.
Pemeriksaan neurologist harus meliputi penilaian status mental penderita, fungsi motorik dan sensorik, refleks tendon dalam dan saraf cranial dan pemeriksaan serebelar. Penderita dengan ganugguan kognitif  harus dinilai dengan hati –hati. Saraf cranial harus diperhaitkan khusus terutama yang berhubungan dengan proses menelan yaitu komponen motorik saraf V, VII, IX, X dan XII dan komponen sensorik saraf  V, VII, IX, X dan XII. Penurunan refleks gag berhubungan dengan peningkatan resiko aspirasi. Suara yang basah mungkin berkaitan dengan aspirasi laryngeal jangka panjang, sedangkan suara yang mendesah lemah menandakan gangguan pada pita suara.
Truedson melaporkan  suatu kasus disfgia pada orng tua yang dalam perjalanannya menglami ensefalopati Wernicke, dirtandai dengan trias oftalmoplegia, ataksia, dan disrientasi mental yang diseebabkan defesiensi tiamin yang berat.
Pengamatan pada saat pemberian makan meliputi pengamatan ada tidaknya kemampuan dan ketrampilan motorilk oral pada saat makan yaitu penutupan bibir, dorongan rahang, dorongan lidah, refleks gigitan, penutupan rahang dan sebagainya. Pada anak dengan gangguan menelan refleks dan gerakan menelan mungkin akan memanjang. Posisi leher, kepala dan tubuh pada saat menelan juga harus diperhatikan, demikian pula perilaku makanseperti gerakan lidah, ketidaksesuaian mulut. Gejala tersedak, hambatan (gagging), perubahan kualitas suara juga dapat diamati satu menit atau lebih untuk melihat adanya respon batuk yang terjadi lambat. Pengamatan langsung diawali dengan penderita mencoba menelan sedikit (segelas) air. Bila mungkn penderita kemudian diminta mencoba menelan berbagai jenis makanan.

5.            Pemeriksaan Laboratorium
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium yang dilakukan harus berdasarkan arahan dari anamnesis yang seksama dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan darah lengkap dapat meunnjukkan adanya infeksi atau inflamasi yang menyebabkan disgfagia. Adanya melnutirsi mengindikasikan perlunya pemeriksaan protein serum. Pemeriksaan kadar tiroid dapat membantumencari penyebab disfagia berkaita dengan hipotiroisme dengan hipotiroisme atau hipertiroidisme.

6.            Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan lanjutan biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan menentukan resiko terhadap aspirasi, walaupun anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk mengidentifikasi etiologi disfagia.
Pemeriksaan foto polos leher merupakan pemeriksaan yang cepat dan murah tetapi tidak dapat memperlihatkan mekanika menelan dan kealinan mukosa, oleh karena itu hanya diindikasikan pada kecurigaan adanya penyebab disfaia yang spesifik seperti keradangan (epiglotitis, abses retrofaring), atau benda asing yang radio opak. Pemeriksaan foto polos dada merupakan pemeriksaan sederhana untuk melihat adanya pneumonia akibat asirasi. 
CT scan dan MRI memberikan gambaran kelainan structural yang sangat bail, terutama untuk mengevaluasi pasien disfagia yang dicurigai disebabkan kelainan susunan saraf pusat.
Ultrasonografi lidah dan faring dapat mengevaluasi lidah posterior dari tulang hyoid dan dapat membantu melihat adanya lesi ekstramural dan submukosal dari esophagus. Keuntungan lain adalah pemeriksaan ini dapat memperlihatkan mobilitas dan transit bolus dan mengidentifikasi adanya statis. Pemeriksaan ini tidak memakai radiasi, portable, dan dapat meamakai makanan bisa untuk mengevaluasi garakan makan.
Istilah vidiofluorongoscopic swallowing study (VFSS) atau disebut juga modified barium swallow (MBS) dirancang untuk mempelajari anatomi dan fisiologis proses deglutisi mulai dari fase oral, faringeal dan esophageal dan untuk menentukan strategi gerakan menelan pada penderita dengan disfagia. Jika terjadi aspirasi, atau bila makanan tertahan setelah penderita menelan, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi kuantitas makanan yang tertahan, mekanisme retensi atau aspirasi dan respon dari penderita. Secara umum, bebagai konsistensi dan volume makanan, teknik postural dan maneuver menelan untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi menelan dapat dipelajari selama periksaan. Pertimbangan klinis dapat ditentukan, seperti mengubah kelompok makanan, menemukan postur dan kawan – kawan pada tahun 2001 melakukan penelitian dengan pemeriksaan ini pada bayi – bayi yang dicurigai mengalami disfagia. Mereka mendapatkan adanya gangguan – gangguan yang tampak berupa penetrasi laring, aspirasi dan aliran balik nasofaringeal. Kebanyakan bayi – bayi ini kelihatan normal pada awal mereka menelan, namun kemunduran fungsi menelan mulai.
Tampak ketika melajutkan makan. Penelitian menyarankan pemakaian pemeriksaan ini pada bayi – bayi dengan disfagia karena tingginya angka aspirasi yang tenang (silent aspiration).
Manometri menggunakan kateter untuk mengukur tekanan berbagai interval di sepanjang esophagus. Setiap klai menelan data tentang kekuatan, lamanya dan urutan kejadian pengingkatan tekanan diukur. Keuntungan utama adalah bahwa pemeriksaan ini menunjukkan gambaran actual dari fisiologi gelombang tekanan. Kerugaiannya adalah tidak dapat menujukkan lasi yang tampak tidak menyenangkan bagi penderita dan tidak tersedia secara luas.
Fiberoptic endoscopic examination of swallowing (FEES) menggunakan endoskopi transnasal untuk melihat proses menelan fase faringea. Prosesdur ini sensitive untuk melihat lepasnya bolus secara dini, penetrasi laring, aspirasi trakea dan residu faringeal. Karena kontruksi faring menutup lumenmn, pemeriksaan ini tidak menunjukkan struktur jalur makanan pada saat menelan.

7.            Penatalaksanaan
Disfagia pada anak kebanyakan terjadi bersama perkembangan yang abnormal atau lambat, yaitu perkembangan kognitif, motorik oral, ketrampilan motorik halus dan kasar. Penatalaksanaan harus mempertimbangkan umur perkembangan anak, tingkat fungsional kemampuan menelan saat itu, contohnya kemampuan mengunyah, kemampuan untuk mengendalikan memenipulasi bolus Disfagia mebutuhkan penanganan ahli dari  multidisiplin yang terdri dari dokter, fisioterpis, ahli diet, perawat.
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat disebabkan karena fungsi motor oral, kesulitan mengkomunikasikan keinginan untuk makan atau kesukaannya. Ketidakmampuan makan mandiri, fefluks gastro esofangeal dan aspirasi. Penilaian diet oleh ahli diet yang berengalaman di bidang pediatric dapat membantu mengatasi masalah nutrisi. Disamping itu perlu untuk mencatat asupan dan kehilangan cairan, mancatat asupan makanan anak dan pertmabahan berat badannya dan memantau lamanya makan
Pemeriksaan VFSS dapat membantu untuk menentukan tekstur makanan mana yang paling aman. Modifikasi makanan dapat berfariasi tergantung berdasar tekstur makanan yang berbeda dan kemampuan anak untuk mengunyah. Biasanya direkomendasikan seukuran gigitan kecil. Pada beberapa meningkatkan kepakaan sensoris dalam rongga mulut, membantu pembentukan bolus dan mengurangi waktu transit di faring.
Anak – anak dengan gangguna neuromuscular disertai kelemahan dam hillangnya koordinasi menelan lebih mudah menelan makanan dengan mengurangi aspirasi. Pada anak – anak harus diberikan bermacam – macam rasa dari ditolerir harus dicatat untuk menentukan mana yang paling efektif.
Anak – anak dengan control kepala dan stabilitas badan  yang jelek memerlukan teknik positioning yang sesuai dan individual. Anak dengan serebal palsi berat dan gangguan makan, posisi makan tergantung derajat disfagia dan apakah disfagia terutama faringeal atau oral. Pada anak dengan kelainan utama pada fase faringeal, direkomendasikan posisi tegak dengan leher dan panggul fleksi. Penilaian secara visual saja tenang posisi menelan yang aman dan efektif tidak cukup, sehingga diperlukan pemeriksaan VFSS.

RINGKASAN
Disfagia pada anak sering merupakan bagian dari penyakit lain yang lebih komleks dan jarang berdiri sendiri. Penyebab dari disfagia anak secara umum disebabkan kalianan structural dari organ – organ menelan (obtruksi mekanik) atau karena gangguan neomuskular.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa pneumoni aspirasi, malnutrisi, dehidrasi penurunan berat badan dan obtruksi saluran napas. Penanganan disfagia pada dasarnya adalah mengatasi disfagia itu sendiri dan mencagah atau mengobati komplikasinya.
Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat sangat membantu dalam mencari penyebab disfagia dan menentukan fase menelan diperlukan untuk lebih menjelaskan kelainan yang mendasarinya serta komplikasi yang timbul seperti aspirasi. Videofluroscopy swallowing study merupakan pemeriksaan yang sangat berguna untuk  mengidentifikasi fase menelan yang terganggu sekaigus dapat membantu merencanakan tata laksana yang sesuai untuk penderita.
Penatalaksaan disfagia   pada anak terutama adalah dengan modifikasi dari diet dan positioning saar menelan. Tujuan utama adalah mengurangi risiko komlikasi akibat disfagia seperti aspirasi pneumonis, malnutrisi dan dehidrasi.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Paik NJ, Dysphagia. 2006 diakses dari http://www.emedicine.com/pmr/topic194.htm 16 mei 2008.
2.      Soeparto P, Djupri LS, Ranuh RG, Sindroma gangguan motiitas saluran cerna: patofisiologis, penatalaksanaan. Surabaya : Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Unair, 2004: 439 - 449.
3.      Spieker MR. Evaluating dyspagia. 2000. Diakses dari http://aafp.org/afp/20000615/3639.htm 16 mei 2008.
4.      Greenlee JD, Donovan KA, Hasan DM, Menezes AH, Chairi-I malformation in the very young  child the spectrum of presentation and experience in 31 cihldren under 6 years. Pediatrics 2002; 110: 1212 – 19.
5.      Orenstein S, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain SZ, Obtructing and motility disorder of the esophagus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Editor. Nelson textbook of pediatrics. 17 Edition. Philadelphia: WB Saunders Co, 2004: 1220 – 21.
6.      Mayo Clinic Staff. Difffculty swallowing. 2005 diakses dari http://mayoclinic.com/health/difficulty-swallowing/DS00523//Dsectioin=3 16 mei 2008.
7.      Skae CC, Esophangeal foreign bodies. Pediatr Rev 2005; 26: 34 – 35.
8.      Reddy S, Ryan MW, Quinn FB. Dysphagia. Department of Otorhinolaryngology UTMB 2001 diakses dari http://utmb.edu/otoret/Grnds/Dyaphagia-2001-11/Diaphagia-2001-11.htm 17 mei 2008.
9.      truedsson M, Ohlson B, Sjoberg MC, Wernicke’s encephalpaty presenting with severe dysphagia: a case report. Alcohol and Alcoholi 2002;37 : 295 – 296.
10.  Newman LA, Kackley C, Peterson MC, Hammer A. swallowing function anda medical diagnoses in fannts suspected of dyaphagia. Pediatrics 2001; 108: 106.
11.  Ramitsu P. Identification and management dysphagia in children with neurologic impairment. Evidence Based Information Sheets for Health Professiona 2000;4:1 - 5.


 Atau silahakn unduh Filenya DiSINI

1 comments :

Unknown mengatakan...

is the best artikel dokter. terima kasih dokter artikel anda sangat bermanfaat bagi pemerhati dan praktisi disfagia. oh iya perkenalkan nama saya ujang salim, terapis wicara.

Posting Komentar

ALL OF SPACE LINK PAY TO CLIC Or Internet Marketing

JOIN WITH EASYHITS4U The Most Popular Traffic Exchange KLIK ME Please $6.00 Welcome Survey After Free Registration!