Blog ini menyediaakan berbagai macam Aneka Artikel tentang dunis kesehatan, semoga yang sedikit ini membawa banyak manfaat bagi kita semua.
 

PENANGANAN PADA OTITIS MEDIA


PENANGANAN PADA OTITIS MEDIA

Oleh :
TUTUT SRIWILUDJENG T.
RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto

PENDAHULUAN
Otitis media merupakan salah satu penyakit telinga yang cukup banyak dijmpai. Penderita Otitis media pada umumnya datang berobat ke dokter umum. Sehingga peran dokter umum sangat penting dalam hal ini.
Angka prevelensi di dunia diperkirakan 65-3350 juta orang menderita keluhan otore, dimana 90% dari angka ini terdapat di Asia Tenggara, Pasific barat dan Africa. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai otitis media akuta, otitis media kronika dan otitis media efusi.

1.      Otitis Media Akuta (OMA)
Otitis media akuta yang dimaksud disini adalah otitis media sapuratif akuta. OMA adalah infeksi akut pada telinga tengah yang pada umumnya disebabkan oleh bakteri. Didahului oleh infeksi pada hidung dan / atau tenggorok. Banyak dijumpai pada anak – anak disbanding dewasa. Sebenarnya lebih banyak berhubungan dengan kesehatan masyarakat karena era hubungannya dengan kondisi social ekonomi, dimana kasusnya lebih banyak dijumpai pada penduduk dengan status ekonomi yang buruk 
Patogenesis terjadinya OMA sangat berkaitan erat dengan kondisi tuba Eustacius, baik secara anatomis fisiologis. Pada umumnya OMA terjadi karena nasofaringitis akibat Rinitis Akuta dan mengakibatkan kegagalan ventilasi pada kavum timpani. Selanjutnnya terjadi kavum dan transudasi serta eksudasi pada kavum timpani.
Di United Kingdom kasus OMA banyak dijumpai pada anak – anak. Pada usia kurang dari 3 tahun terdapat 30% anak pernah menderita OMA. Bila di Indonesia diasumsikan  demikian juga maka penderita OMA akan datang berobat pada dokter umum atau  dokter spesialis anak. Dengan demikian akan terjadi beberapa kemungkinan pada penderita ini. Pertama penderita sembuh kedua salah menejemen atau yang terburuk tidak terdiagnosis. Bila dua kemungkinan terakhir yang terjadi maka resiko terjadinya otitis media supuratif kronika dan komplikasi akan lebih besar.
Perjalanan penyakit pada OMA terjadi dalam 4 stadium: stadium inflamasi (1), supurasi (II), perforasi (III) dan resolusi (IV).
Stadium inflamasi atau disebut juga stadium kataral aka terjadi keluhan telinga terasa penuh dan pendengaran menurun yang diawali oleh terjadinya rhinitis akuta. Tanda klinis pada membran timpani adalah warna mulai hiperemi, posisi retraksi atau kadang – kadang tampak air fluid level. Bila penderita datang pada stadium ini maka  terapi yang diberikan adalah antibiotika Amoksilin / kotrimoksasol dan obat simtomatik.






Gambar 1: Membran timpani pada waktu stadium I.

            Bila penyakit terus berjalan akan terjadi stadium supurasi. Keluhan utama adalah otalgi hebat. Pada anak – anak yang belum dapat menyampaikan keluhan, maka anak akan rewel kadang muntah, dan anoreksia. Gejala lain adalah demam, pada anak dapt terjadi kejang. Pendenganran tertap kurang. Tanda klinis yang tampak adalah membrane timpani bombans dan hipremi. Terapi sama dengan pada stadium I, dan parasintesis pada membran timpani.






Gambar 2: Membran timpani pada waktu stadium II.
            Bila stadium II terlewati tanpa terapi yang benar maka akan tgerjadi stadium perforasi. Gejala pada stadium ini yang menonjol adalah otore yang tentu saja didahului oleh otalgi, pendengaran tetap menurun. Tanda klinis pada membrane timpani adalah perforasi pada pars tensa umumnya kecil dan toilet telinga yang benar. Pada stadium ini diusahakan sudah tak terjadi otore setelah paling lama 2 minggu. Maka lebih baik dari 2 minggu masih terjadi otore harus dirujuk ke dokter THT.







Gambar 3: Membran timpani pada waktu stadium III.

            Apabila stadium III terlewati sebelum 2 minggu maka akan terjadi stadium IV. Pada stadium ini penderita mengeluh pendengarannya masih belum kembali normal. Tanda klinis pada membrane timpani adalah perforasi masih tampak tapi warna mulai kembali normal dan tidak tampak secret. Terapi pada stadium ini tidak ada. Penderita diberikan edukasi untuk menjaga hygiene telinga dan control 2-4 minggu kemudian untuk melihat apakah membrane timpani dapat menutup menutup secara spontan. Apabila tetap ada perforasi dapat dirujuk ke THT untuk dilakukan stimulasi dan epitelisasi atau miringoplasti.







Gambar 4: Membran timpani pada waktu stadium IV.
            Sebagai dokter umum, apabila mempunyai fasilitas diagnostic dan alat THT sederhana tentu saja diperkenankan melakukan terapi. Selanjutnya kapan merujuk penderita OMA. Harus segera dirujuk apabila dijumpai komplikasi. Yang paling sering dijumpai adalah mostoiditis akut, kemudian paresis saraf fasialis, dan komplikasi intrakarnial seperti meningitis, sebritis dan abses otak. Tanda dan gejala yang harus diwaspadai adalah adanya udim dan nyeri pada daerah retroaurikula, demam, nyeri kepala, kaku kuduk, paresis fasialis, ataksia, dan penurunan GCS. Namun komplikasi akibat OMA ini setelah era antibiotika sudah jarang.
            Alasan merujuk kasus OMA selanjutnya adalah apabila terapi setelah 7 hari gagal, adanya efusi / perforasi permanen dan terjadi OMA yang berulang 4 kali dalam 6 bulan.
            Pada kira – kira 80% OMA akan terjadi resolusi spontan. Namun bila hal tersebut tidak terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media efusi atau Otitis media kronika. Di Negara sedang berkembang didapatkan angka 51.000 anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal oleh karena komplikasi.

2.      Otitis Media Sapuratif Kronik (OMSK)
Otitis media supuratif kronik adalah terjadinya infeksi kronis pada telinga tangah. Gejala yang tejadi adalah otore lebih dari 2 minggu. Namun banyak ahli yang berpendapat setalah 2 bulan. Otore dapat bersifat rekuren maupun persisten. Tanda klinis adanya perforasi membrane timpani, secret mukopurelen dan dijumpai patologi granulasi polip maupun kolesteatom.
Survei yang dilakukan oleh department kesehatan pada tahun 1994 menemukan angka 3,8% masyarakat menderita infeksi telinga tengah. Apabila merujuk kriteria dari WHO maka angka tersebut termasuk tinggi. Adapun klasifikasi WHO tersebut adalah: >4%: highest, 2-4%: high, 1-2%: low, <1%: lowest.
Klasifikasi OMSK adalah sebagai berikut:
1.      Tipe jinak, disebut juga tipe benigna, tubotimpanik, mukosa dan aman.
2.      Tipe bahaya, disebutk juga tipe atikoantral, tulang, dan malinga. Walaupun istilah maligna sebenarnya salah kaprah.

3.      OMSK Benigna
Patogenesis OMSK masih sering menjadi perdebatan. Namun sering dijumpai bahwa kasus OMSK ini dijumpai pada penderita yang masa kanak – kanaknya menderita OMSK berulang. Sehingga dalam hal ini yang telah disepakati sebagai penyebab adalah adanya beberapa faktor antara lain: gangguan fungsi tuba, infeksi virus/bakteri, alergi, imunitas, kondisi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi. Beberapa faktor lain yang mendukung terjadinya kronisitas adalah: adanya perforasi permanent, patologi yang irreversible, obtruksi persisten pada mastoid atau kavum timpani, dan ostemielitus. 
Keluhan utama penderita pada umumnya adalah otore, kemudian pendengaran menurun, atau kadang – kadang otalgi. Tanda klinis yang tampak pada membran timpani adalah perforasi sentral pada pars tensa dapat berbentuk bundar atau ginjal, tampak secret pada kavum timpani. Mukosa kavum timpani udim, hipertrofi atau terdapat patologi granulasi, atau timpanosklerosis.







                             Gambar 5: Membran timpani pada OMSK Benigna.       

Penatalaksanaan OMSK Benigna dapat dilihat pada algoritma dibawah ini.

OMSK B (aktif)
 

• CT/ toilet
• AB Sistemik
• AB ATopikal


Rujuik                      Otore tetap ≥ 1 mg


AB + kultur


Otore menetap > 3 bl


Mastoiddektomi
Timpanoplasti
OMSK tenang (Perforasi kering)
• Konservatif
• Operatif

            Pada panduan pelaksanaan baku OMSK di Indonesia, Otitis media supuratif kronik meliputi fase aktif dan fase tenang yang juga biasa disebut sebagai perforasi kering.
            Bila diagnosis OMSK aktif telah tegak, maka tepinya adalah toilet telinga rutin, antibiotika sistemik, antibiotika topical selama satu minggu. Apabila setalah itu masih otore maka perlu dilakukan pemeriksaan kulturn dan sensitifitas kuman lalu antibiotika diberikan secara parental, atau penderita bisa langsung dirujuk ke THT. Setalah diberikan secara terapi sesuai sensitifitas kuman tetapi masih tetap otore selama lebih dari 3 bulan maka selanjutnya dilakukan tindakan operatif, mastoidektomi dan timpanoplasti.
Hal yang penting dipahami dalam penggunaan tetes telinga adalah indikasi yang benar dan adanya efek ototoksik yang akan dapat memperburuk keluhan penderita. Golongan tetes telinga yang sampai saat ini dinilai aman adalah Ofloksasin, sedangkan Kloramfenikol, Gentamisin dan Neomisin telah terbukti bersifat ototoksis 13. Selain itu adalah cara toilet telinga yang benar. Di luar negeri penderita OMK harus datang tiap hari untuk dibersihkan, apabila tidak bisa maka harus membersihkan sendiri paling sedikit 3 kali sehari dengan cara disedot dengan spuit atau diserap dengan kertas tisu.






Gambar 6: Kertas tisu dan kapas untuk toilet.

4.      OMSK Tipe Bahaya
Disebut sebagai tipe bahaya karena adanya patologi kolesteatom yang bersifat progresif dan destruktif sehingga potensial mengakibatkan komplikasi yang berbahaya dan dapat mengancam jiwa.
Gejala klinis hampir sama dengan yang terjadi pada OMK Benigna, namun akan sangat berbeda bila telah terjadi komplikasinya. Tanda klinis adalah adanya perforasi atik, marginal atau sentral besar (total) dengan adanya kolesteatom. Sekret mukopurulen disertai bau busuk yang khas.





Gambar 7: Membran timpani pada OMK Tipe Bahaya
Komplikasi akibat OMK Tipe bahaya ini dapat terjadi intratemporal, ekstratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal adalah paresis, dan labirintitis. Ekstratemporal adalah abses subperiosteal mastoid, abses Bezold dan abses Mouret. Intrakarnial adalah meningitis, serebritis, abses otak, abses perisinus, abses ekstradural, dan tromboflebitis sinus lateralis.
Terapi untuk OMSK tipe bahaya adalah pembedahan yaitu mastoidektomi. Mastoidektomi dapat disertai dengan rekontruksi tulang pendengaran tergantung pada kasusnya.
Dibawah ini adalah algoritma scenario penatalaksanaan OMSK untuk dokter umum.
Otore ≤ 2 mg. Baru, blm pernah Tx
SK I :      - Anamnesis teliti
 - MT hrs tampak         sulit                rujuk
 - cara toilet telinga
 - AB topikal
                                2 mg      
               

                                Otore + Baru, telah Tx blm sembuh                                                                                Otore -

                                                SK:         - Resistensi AB
- Cek kepatuhan penderita
                                - Pertimbangkan AB topical
                                - Waspada bahaya
                                - Rujuk


SK:         - AB                                        Demam, otalgi, sefalgi                        SK IV:    - AB dosis tinggi
- Toilet telinga                      Vertigo, udim retroaurkuler                               - Rujuk
- Rujuk 

- tanpa otore pendengaran menurun                                    +
                                                                                - Rujuk
SK V:     - Rekonstruksi                                      - Eradikasi
                - ABD                                                     - Rekontruksi








5.      Otitis Media Efusi (OME)
Otitis media serosa adalah inflamasi pada telinga tengah dengan akumulasi sekret tanpa tanda dan gejala infeksi.Ada beberapa sinonim yang lazim yaitu otitis media serosa, otitis media sekretori, dan glue ear. Angka kejadian OME di Negara maju adalah 80% pada anak – anak yang berumur kurang dari 4 tahun pernah menderita OME.
Patofisiologis terjadinya OME adalah karena terjadinya blockade kronis pada tuba Eustachius akibat penyakit – penyakit kronis juga seperti rhinitis Alergi, Hipertrofi adenoid dan Tumor Nasofaring. Blokade pada tuba Eustachius akan mengkibatkan tekanan pada kavum timpani menjadi negative dan kemudian terjadi transudasi. Apabila blokade pada tuba terus berjalan maka proses transudasi akan terus.
Gejala yang timbul adalah terasa penuh di telinga, pendengaran kurang, tinnitus, kadang – kadang otalgi. Pada anak – anak gejala tersebut diatas jarang dikeluhkan terutama pada anak balita, akan tetapi karena pendengarannya kurang maka akan timbul gejala – gejala gangguan bicara dan bahasa sampai kadang terjadi gangguan perkembangan sekolah. Oleh karena gejala yang tidak terlalu mengganggu maka pada umumnya penderita datang berobat sudah dalam stadium komplikasi.
Tanda klinis local yang ditemukan adalah adanya retraksi pada membrane timpani warna suram, air bubble, hair line, atau membrane seperti agak bombans akan ditemukan tuli konduksi.
Pengobatan pada OME ini banyak menimbulkan ketidakpastian pada dokter maupun penderita. Parasintesis membran timpani dengan pemasangan gromet masih menjadi terapi yang utama, disampingmu pengobatan pada faktor etiologinya.
Komplikasi dapat terjadi karena pengobatan yang terlambat. Adapun komplikasi yang terjadi adalah OMK tipe bahaya, Otitis Media Adesif dan Atelektasis. Keadaan ini akan menyebabkan tuli berat. 
Prognosis pada anak – anak pada umumnya lebih baik, dan dapat sembuh  spontan dalam beberapa bulan. Karena pada anak – anak umumnya disebabkan oleh alergi yang akan membaik sejalan bertambahnya umur anak tersebut.
Pertanyaan selanjutnya bagi dokter umum adalah kapan merujuk. Apabila diagnosis sulit ditegakkan maka segeralah merujuk. Apabila telah diberikan pengobatan setelah tiga bulan tidak membaik maka perlu dirujuk.

Daftar Pustaka
1.      AustinDF. Acute Inflammatory Diseases of The Middle Ear. In: Ballenger JJ ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14 ed, Philadelphia, London : Lea and Febriger, 1991 : 1104 – 8.
2.      Siegel RM, Bien JP. Acute Otitis Media in Children: A Continuing Story. Available from: http://pedsinreview.aapublications.org/cgi/content/full/25/6/187.
3.      Slattery III WH. Pathology and Children course of Inflammatory Dissease of the Middle Ear. In: Glasscock III ME, Gulja AJ eds. Surgery of the Ear.5 ed. Ontario : BC Decker Inc; 2003: 424 – 7.
4.      O’Neill P, Roberts T, Stevenson CB. Acute Otitis Media. BMJ Publishing Group Ltd 2006.
5.      Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Pedoman diagnosis dan Terapi. Surabaya FK UNAIR: 2005: 8 – 17.
6.      Prodigy Quick Reference Guide. Acute Otitis Media. Available from: http://prodigy.nhs.uk/otitismediaAcute.
7.      WHO Primary Ear and Hearing Care Training Resource. Advance Level World Heath Organization. Chronic Dissease Prevention and Management. WHO library Catalouging-in-Publication data. WHO, Swizerland 2006.
8.      Helmi, Djaafar ZA, Sosialisman, Hafil AF, Restuti RD. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik di Indonesia, Soetjipto D, Mangunkusumo E, Helmi eds. Jakarta 2002.
9.      Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and Management of Child-Hood Otitis Media in Primary Care. A National Clinical Guidelines 2003. Available from:www.defeatingdeafness.org.
10.  WHO. Chronic Supurative Otitis Media. Burden of Illnes and Management Options. Child and Adolecent Health and development Preventation of Blindness and Deafness. WHO Geneva, Switzerland 2004.
11.  Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Jakarta : FKUI; 2005: 55 – 69.
12.  Austin DF. Chronic Ear Diseases. In: Ballenger JJ ed. Disease of the Nose. Throat, Ear, Head and Neck. 14 ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger, 1991: 1109-14.
13.  Aquin J. Chronic Supurative Otitis Media B, Mc MJ Publishing Group Ltd 2006.
14.  Groos ND Menomey SO. Aural Complikasi Of  Otitis Media. In: Glasscock III ME, Gujja AJ eds. Surgery of the Ears.5 ed. Ontario:BC Decker Inc:2003; 435 – 6.
15.  Levine SC, DeSouza C. Intracranial Complications of  Otitis Media. In: Glasscock III ME, Gujja AJ eds. Surgery of the Ears.5 ed. Ontario:BC Decker Inc:2003; 443-6.
16.  Guidelines and protocols Advisory Commite. Otitis Media with Effusion Resived 2004. Avaliable from: www.healthservices.gov.bcca/msp/protoguides
17.  Austin DF. Catarrhal Diseases of the Middle Ear. In: Ballenger JJ ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14 ed. Philadelphia, London: Leaand Febiger, 1991: 1095 – 1102.

Atau Langsung unduh saja Filenya DISINI

0 comments :

Posting Komentar

ALL OF SPACE LINK PAY TO CLIC Or Internet Marketing

JOIN WITH EASYHITS4U The Most Popular Traffic Exchange KLIK ME Please $6.00 Welcome Survey After Free Registration!