Blog ini menyediaakan berbagai macam Aneka Artikel tentang dunis kesehatan, semoga yang sedikit ini membawa banyak manfaat bagi kita semua.
 

Penggunaan Pelembab pada Dermatitis Atopik

Penggunaan Pelembab pada Dermatitis Atopik
Dr. MOH. IFNUDIN. SpKK.

PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan salah satu istilah yang banyak dipakai untuk menggambarkan bentuk kelainan kulit yang sering terjadi. Kata atopy berasal dari bahasa Yunani atopos yang berarti out of place.  DA dikenal juga dengan atopic eczema, infantile eczema, disseminated neurodermatitis dan prurigo diasthique. Pada tahun 1930 Hill dan Sulzberg merupakan sarjana yang memperkenalkan istilah dermatitis atopik untuk menggambarkan keadaan kulit yang ditandai oleh kronisitas penyakit, letaknya yang superficial, adanya reaksi keradangan dan disertai rasa gatal.
Dermatitis atopik terjadi pada 15% populasi anak – anak dan berkaitan erat dengan tingginya kadar IgE pada penderita tersebut sehingga diduga factor immunologi berperan pada DA. Penderita DA biasanya mempunyai riwayat keluarga alergi atau atopi, selain itu didapatkan juga menifestasi penyakit atopi seperti: asma, Hay fever atau rhinitis allergica. Lesi DA dapat bertambah parah pada kondisi cuaca dingin dan kering. Jumlah penderita DA di Amerika Serikat mencapai 15 juta orang, dimana 60% dari jumlah tersebut terjadi pada usia di bawah 12 tahun. DA sangat jarang terjadi pada usia tua (lebih dari 50 tahun). DA dapat terjadi pada bayi, semakin muda usia bayi tersebut menderita, maka manifestasi DA yang muncul berupa bercak – bercak merah yang dapat terjadi pada seluruh dan biasanya pada daerah wajah, kulit kepala dan pelipatan paha yang dapat disertai terbentuknya krusta.
Dermatitis atopik mempunyai kaitan yang erat dengan factor imunologi. Pada penderita DA terdapat kadar IgE yang tingi dibanding pada orang normal, dan pada hapusan darah penderita tersebut didapatkan peninggkatan jumlah eosinofil. Selai factor imunologi, DA juga dipengaruhi oleh factor genetic. Penelitian Ueahara pada 270 penderita DA menunjukkan adanya DA pada 60% keturunan panderit DA tersebut.
Pada DA terjadi perubahan karakteristik kulit normal. Manifestasi DA dapat berupa: pruritus yang merupakan keluhan utama penderita DA, xerosis (kulit kering), keratosis pilaris, ichthosis vulgaris, pityriasis alba dan Dannie morgan Skinfold. Kulit penderita DA selain kering juga rentan terhadap infeksi virus, bateria dan jamur. Keadaan ini bias terjadi oleh karena pada DA terjadi ganggua fungsi sawar  (barrier) kulit. Ganguan tersebut disebabkan antara lain oleh gangguan fungsi berkeringat, terjadinya Trans Epidermal Water Loss (TEWL) dan perubahan lemak kulit.
Penatalaksanaan DA dapat berupa pemberian pengobatan yang bersifat sistemik maupun pengobatan yang bersifat topical. Pemberian terapi sistemik dengan menggunakan: antihistamin, kortikosteroid, interferon, cyclporin, tacrolimus, antibiotika, dan fototerapi. Terapi yang bersifat topical baiasanya ditujukan untuk mengatasi menifestasi kulit yang terjadi, berupa pemberian pelembab dan kortikosteroid topical.
Kondisi kulit yang kering pada DA akan meningkatkan rasa gatal dan kulit menjadi rentan terhadap infeksi, sehingga salah satu terapi dermatitis atopik sebaiknya juga bertujuan untuk mengatasi kekeringan kulit tersebut. Pemberian pelembab diharapkan dapat mengatasi kekeringan kulit yang terjadi sehingga dapar mengurangi keluhan dan komplikasi kulit yang biasa terjadi.
Penulisan makalah ilmiah ini akan membahas kondisi kulit kering yang terjadi pada dermatitis atopik, pengobatan DA secara umum dan pemberian pelembab sebagai salah satu bentuk terapi pada DA.

SISTEM SAWAR KULIT PADA DERMATITIS ATOPIK
Lapisan terluar kulit adalah lapisan korneum setebal kurang lebih 10-15 yang berfungsi sebagai sawar terhadap pengeluaran air yang berlebihan. Lapisan korneum tersebut merupakan lapisan teratas sawar kulit dan merupakan lapisan teratas yang tersusun oleh corneocytes yang tersusun seperti anyaman, di sela – sela anyaman tersebut terdapat lemak interseluler, kondisi normal kulit tergantung dari 2 faktor yaitu kondisi lingkungan dan kondisi kulit itu sendiri. Kerusakan dari lapisan koerneum akan meningkatkan kehilangan air dari kulit sehingga kulit akan  menjadi kering seperti yang terjadi pada DA.
Lapisan korneum dapar diganbarkan sebagai susunan dinding batu bata di mana corneocytes marupakan batu bata dan lipid interseluler menyerupai adonan semennya. Di dalam corneocytes terdapat natural moisturizing factor (NMF) yang mengikat air sehingga corneocytes menjadi  “bengkak” hal ini mencegah terjadinya fisura atau celah di antara corneocytes tersebut. Elastisitas kulit sangat tergantung dari kandungan air tersebut, kulit yang sehat mempunyai kandungan air yang tinggi.
Lemak ekstraseluler di lapisan korneum merupakan factor penting dalam mempertahankan kadar air. Lemak tersebut terdiri dari lebih 40% ceramide, sekitar 25% asam lemak dan 20% kolesterol. Ganngguan pada ketiga komponen lemak interseluler tersebut dapart menyebabkan gangguan fungsi sawar kulit. Sebagai contoh, pemberian lovastatin yang merupakan inhibitor sintesis kolesterol apabila diberikan secara topikal akan menganggu fungsi sawar kulit. Tidak ada satu jenis lemak yang secra tunggal dapat mempertahankan fungsi sawar kulit, sehingga kadar normal dari masing – masing jenis lemak ekstraeluler tersebut penting untuk mempertahankan fungsi sawar kulit. Pada DA terjadi gangguan fungsi sawar pada lapisan korneum.
Kulit kering (xerosis) merupakan salah satu gejala DA yang disebabkan ole penurunan kandungan air pada lapisan korneum yang dapat menyebabkan deskuamasi dari corneocytes. Rawling dan kawan-kawan menujukkan bahwa penderita dengan kulit kering abnormal, di mana terjadi peningkatan adam lemak bebas dan penurunan kadar Ceramide. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa timbulnya kulit kering pada DA Karena terjadi perubahan kadar ceramide. Penelitian yang lain menunjukkan bahwa definisis kemampuan mempertahankan kadae air tidak diikuti dengan definisi ceramide. Xerosis pada DA kemungkinan disebabkan oleh perubahan struktur lamellar pada lemak interseluler di lapisan korneum sehingga terjadi peningkatan penguapan air melalui lapisan korneum atau dikenal dengan TEWL. Kandungan air yang berkurang menyebabkan corneocytes mengkerut sehingga terbentuk celah diantaranya yang dapat berfungsi sebagai jalan masuk bagi zat – zat iritan dan elergen.
Shafer dan Kragballe berusaha untuk mengetahui hubungan antara definisi lemak interseluler pada lapisan korneum dan terjadinya kulit kering, penelitian kedua sarjana tersebut menunjukkan bahwa pada lapisan korneum penderita DA terjadi penurunan kadar ceramide yang nyata. Berdasarkan hal ini maka definisi ceramide dianggap sebagai factor penting terjadinya kulit kering pada penderita DA. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Baradesca dan Maicbach yang menunjukkan adanya peningkatan TEWL dan penurunan kemampuan lapisan korneum mengikat air yang disebabkan oleh berubahnya kadar lemak interseluler.
PENGOBATAN DERMATITIS ATOPIK SECARA UMUM
            Keberhasilan pengbatan DA memerlukan pendekatan yang sistemik yang eliputi pelembaban kulit, kortikosteroid topical dan menemukan serta menghentikan factor pencetus seperti iritan, alergen, agen infeksius dan stresoe emosional. Banyak factor seperti luasnya lesi, factor pencetus, yang dapat menyebabkan gejala dermatitis atopi menjadi kompleks, sehingga pengobatan pada tiap penderita berbeda – beda. Pada penderita yang tidak dapat diterapi dengan pengobatan konvensional, antiinflamasi alternatif dan imunomodulator dapat digunakan.
Hidrasi kulit
            Penderita DA kebanyakan memiliki kulit kering yang dapat menambah keparahan penyakit dengan timbulnya fisura atau keretakan kulit. Penggunaan pelembab untuk kekeringan kulit pada dermatitis atopi sangat diperlukan, hal ini selanjutnya akan dibahas lebih lanjut.
Pengobatan glukokortikoid topical
            Glukokortikoid topical melalui kerjanya sebagai  antiinflamasi merupakan dasar pengobatan lesi eksematosa. Penderita harus diberikan penjelasan mengenai penggunannya dan efek sampingnya. Penggunaan glukokortikoid potensi tinggi harus dihindari pada muka, genetalia dan area intertriginosa, pada daerah – daerah ini dianjurkan menggunakan glukokortikoid potensi rendah. Pengobatan awal terdiri dari salep hidrokortison 1% dioleskan 2 kali perhari pada lesi di muka dan pelipatan.
            Glukokortikoid potensi sangat tinggi (ultrahigh-potency) hanya digunakan pada daerah yang terjadi likenifikasi dan dalam jangka pendek, tidak boleh pada wajah atau pelipatan. Potensi sedang dapat digunakan untuk jangka panjang pada daerah badan dan ekstremitas.
            Efek samping dari Glukokortikoid topical tergantung tingkat potensi dan lamanya pengunaan. Penting untuk diingat bahwa makin tinggi potensinya makin tinggi pula efek sampingnya. Untuk meminimalkan efek samping penggunaan glukokortikoid topical, hal – hal berikut penting dipertimbangkan: usia, tempat lesi, luasnya lesi, tipe preparat dan metode aplikasi.
          Usia
Untuk anak – anak dengan eksema ringan-sedang dapat digunakan hidrokortison 1%. Hidrokortison 1% tidak menyebabkan efek samping sistemik melalui absorbsi. Preparat yang lebih kuat tidak dianjurkan untuk bayi pada keperawatan awal. Pada anak yang lebih tua steroid topical potensi sedang diperlukan untuk memperpendek penggunaan. Pada dewasa, penggunaan kortikosteroid topical potensi ringan sedang biasanya tidak akan menyebabkan efek samping sistemik atau local. Preparat yang berpotensi kuat dan sangat kuat sebaiknya digunakan dalam waktu singkat.
          Lokasi
Penyerapan kortikosteroid akan meningkat pada daerah muka pelipatan. Efek samping yang ditimbulkan berupa telangiectasia permanen, sehingga pada daerah – daerah ini dianjurkan hidrokortison 1%. Pengunaan steroid topikal yang lama pada area sekitar mata dapat menyebabkan glaucoma, sehingga harus hati – hati apalagi pada penderita yang memiliki riwayat keluarga atau dirinya menderita glaucoma. Pada dewasa muda juga perlu hati – hati pada penggunaan steroid topical yang lebih poten karena dapat menimbulkan strie atrophicae pada daerah – daerah seperti buah dada, adomen, lengan tangan atas dan paha.

          Luasnya lesi
Potensi terjadinya penyerapan sistemik meningkat pada eksema yang luas. Risiko utama adalah penekanan pituitary adrenal axis yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pada anak – anak. Sangat penting untuk dimonitor jumlah, kekuatan, dan ukuran tube setiap kali penderita control, sehingga tidak terjadi dosis yang berlebihan atau kekurangan.
         Tipe Preparat
umumnya ointment (salep) lebih baik daripada krim. Penyerapan salep lebih baik, dan insidensi iritan dan hipersensitivitas lebih sedikit, karena bahan – bahan pengawet lebih banyak terdapat dalam krim.
          Metode aplikasi
pengobatan tidak boleh lebih dari dua kali sehari, pada preparat yang baru atau belum pernah dipakai dianjurkan diolesi satu kali sehari terlebih dahulu. Jumlah yang digunakan bervariasi pada setiap individu, dianjurkan menggunakan ukuran sebesar ujung jari penderita di mana disamakan dengan 0,5 g.

Identifikasi dan Eliminasi Faktor Pencetus
            Penderita DA lebih rentan terhadap iritan dibanding individu normal, sehingga penting untuk diidentifikasi dan eliminasi factor – factor pencetus tersebut yang dapat menyebabkan gatal, seperti sabun atau deterjen, bahan – bahan kimia, rokok, paparan sinar dan kelembaban.
            Makanan dan aeroalergen seperti debu rumah, jamur dan sari tanaman dapat menyebabakan eksaserbasi dari DA. Menghindari bahan – bahan tersebut dapat menyembuhkan lesi di kulit. Bayi dan anak – anak lebih banyak meliki alergi terhadap makanan, sedangkan pada dewasa lebih banyak alergi terhadap aeroallergen.
            Walaupun tekanan emosional tidak secara langsung menyebabkan DA, tetapi dapat menyebabkan eksaserbasi dari penyakit ini. Penderita DA sering mengalami frustasi atau stress yang dapat meningkatkan rasa gatal dan menggaruk. Evaluasi psikologis atau konseling seharusnya diberikan pada penderita yang mempnyai kesukaran mengatasi pencetus emosional.
            Antibiotika terhadap staphylococcus dapat membantu pengobatan pada penderita yang terinfeksi dengan S. aureus yang merupakan pathogen tersering. Erythromycin dan macrodile baru seperti azithromycin dan clarithromycin biasanya berguna pada penderita yang tidak mengandung S. aureus yang resisten. Untuk jenis S.aureus yang resisiten terhadap macrodile dapat diberikan dicloxacilin, oxacillin, atau cloxacillin. Cephalosporins generasi pertama juga efektif untuk staphylosporins dan streptococci. Mupicorin topical digunakan untuk pengobatan lesi – lesi seprti impetigo, walaupun pada penderita dengan infeksi sekunder panggunaan antibiotika sistemik lebih banyak digunakan.
Pruritus
Pengobatan gatal pada DA sebaiknya diketahui penyakit dasarnya. Untuk mengurangi inflamasi dan kekeringan kulit diberikan glikokortikoid topical dan hidrasi kulit yang dapat mengurangi rasa gatal. Allergen harus dieliminasi. Antihistamin sistemik dapat diberikan seperti hydroxyzine dan hyphenhydramine hydrochloride, tetapi terapi ini tidak efektif tanpa terapi DA lainnya. hydrochloride yang memiliki efek antidepresen trisiklik dan menghambat reseptor H dan H dengan dosis 10-75 mg per oral pada malam hari pada penderita dewasa dapat diberikan jika gatal yang terjadi sangat. Antihistamin topical tidak dianjurkan pada DA karena dapat menyebabkan sensitisasi pada kulit.
Kompres basah
Hidrasi kulit dengan kompres basah dapat meningkatkan penetrasi transepidermal dari obat – obat topical. Kompres dapat mempercepat penyembuhan luka ekskoriasi. Penggunaan kompres yang berlebihan akan menyebabkan maserasi dan dapat mengakibatkan infeksi sekunder. Kompres basah dan rendam dapat menyebabkan kekeringan dan fisura dari kulit jika tidak diberikan pelembab. Jadi kompres dapat untuk mengontrol DA tetapi harus dalam pengawasan dokter.
Glukokortikoid sistemik
Glukokortikoid sistemik jangka pendek dapat diberikan pada DA yang mengalami eksaserbasi akut. Walaupun penyembuhan klinis DA yang diobati dengan glukokortikoid sistemik sangat cepat tetapi sering terjadi efek rebound jika pengobatan dihentikan. Jika Glukokortikoid sistemik diberikan, sangat penting untuk menurunkan dosisnya dan diberikan perawatan kulit dengan glukokortikoid topical diikuti dengan pengunaan pelembab untuk mencegah efek rebound pada DA.
Sinar Ultraviolet
            Ultraviolet A (UV-A), UV-B atau kombinasi keduanya, psoralen + UV-A (PUVA), UV-B 1 (narrow band UV-B) dapat digunakan. UVB gelombang pendek dapat digunakan untuk terapi tambahan pada DA yang recalcitrant. Fototerapi dengan PUVA dapat diberikan pada penderita DA yang luas dan parah yang gagal dengan glukokortikoid topical dan menghindari efek samping Glukokortikoid topical jika diberikan pada lesi yang luas. Efek samping yang luas terjadi pada terapi sinar Ultraviolet ini biasanya berupa eritema, gatal atau pigmentasi, sedangkan efek jangka panjang berupa penuaan dini dar kulit, keganasan kulit. Dosis perawatan yang dianjurkan 1-2 kali per bulan.
            Beberapa obat lainnya seperti azathioprine, cyclosporine, tacrolimus, pengobatan Chinese herbal dan imunomodulator seperti interferon dan thympetin telah dilaporkan efektif pada pengobatan DA tetapi masih memerlukan penelitian  lebih lanjut. Dilaporkan terdapat efek hepatotoksik pada pemberian Chinese herbal sehingga penderita dengan pengobatan Chinese herbal perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati secara teratur.



PELEMBAB PADA DERMATITIS
Moisturizer (pelembab) adalah suatu bahan kompleks yang dibuat dengan tujuan untuk mempertahankan kadar air pada lapisan korneum antara 10-30%. Penelitian mengenai moisturizer berkembang pada sekitar tahun 1950, ketika itu balnk menunjukkan bahwa kulit kering disebabkan oleh kandungan air yang rendah. Bila terjadi kerusakan sawar kulit maka kandungan air pada lapisan korneum juga akan berkurang, dan kadar air tersebut dapat kembali pada kondisi normal hanya apabila penguapan air melalui lapisan korneum tersebut dikurangi. Tujuan pemakaian pelembab adalah untuk mempertahankan kadar air itu pada lapisan korneum sementara sampai kerusakan system sawar kulit tersebut pulih.
Terdapat beberapa istilah yang sering terdapat berkaitan dengan pelembab, yaitu : emolien dan moisturizer. Masing – masing istilah tersebut sering disamakan oleh para ahli kulit, walaupun sebenarnya masing – masing istilah tersebut mempunyai arti khusus. Emolien merupakan bahan yang dipakai untuk menutup permukaan lapisan korneum sehingga dapat menahan air pada lapisan korneum tersebut.sedangkan pelembab (moisturizer) adalah bahan yang dapat menambah kadar air kulit atau dapat mengikat air pada lapisan korneum. Istilah emolien dan moisturizer sering disamakan oleh karena amolien juga mempunyai kemampuan untuk menambah kadar air pada lapisan korneum.
Pemakaian pelembab sebaiknya dikombinasi dengan rendam (bathing) karena pemberian terapi rendam dapat meningkatkan efek pelembab maupun penetrasi kortikosteroid, beberapa terapi kombinasi anatar rendam dan pemakaian pelembaba mempunyai catatan sebagai berikut :
           Terapi rendam pada DA akan membersihkan kulit yang dapat mengurangi jumlah bakteri.
           Pemeberian terapi rendam yang dikombinasi dengan pemakaian pelembab dapat menambah kadar air memperkuat lapisan korneum.
           Pemberian terapi dapat meningkatkan penyerapan kortikosteroid yang dipakai pada pengobatan DA.
Pelembab biasanya merupakan emulasi minyak dalam air (oil in water) seperti lotion atau emulsi air dalam minyak (water in oil) seperti cream. Tipe utama pelembab yang baik berdiri dari kedua tipe tersebut.
Bahan oklusif
Pelembab golongan ini berfungsi untuk oklusif atau membentuk lapisan yang mempunyai kamampuan untuk mengganti lapisan hidrofilik alamiah sehingga mengurangi TEWL, biasanya golongan ini juga dikenal dengan istilah emolien oleh karena bahan ini juga mempunyai kemampuan sebagai emolien selain dapat mengurangi TEWL.
Bahan oklusif tersedia saat ini kebanyakan adalah petrolatum dan mineral oil. Yang termasuk bahan golonga ini selain petrolatum dan mineral oil adalah :
           Paraffin
           Squalene
           Dimethcone
           Propytlene glycol
           Lanolin
Pengobatan DA dengan menggunakan emolien dapat meningkatkan kandungan air pada lapisan korneum seingga mencegah kulit kering (xeroxis) yang merupakan penyebab rasa gatal pada dermatitis atopik. Emolien akan membentuk lapisan yang berminyak pada permukaan lapisan korneum yang akan mencegah penguapan air (TEWL). Air yang akan menguap akan terhalang oleh emolien sehingga air tersebut akan mengisi celah – celah yang kosong di antara corneocytes selain itu emolien tersebut juga akan meresap ke lapisan atas lapisan korneum sehingga menyerupai fungsi lemak interseluler yang pada DA kadarnya berkuran. Selain berfungsi sebagai penahan air, emolien mempunyai efek tidak langsung sebagai anti inflamasi yang berguna untuk mengatasi DA.
Sebaiknya emolien diberikan setelah mandi, oleh karena pada saat ini kadar air pada lapisan korneum tingi hingga bila diberikan emolien maka selaput berminyak emolien tersebut dapat mencegah penguapan air yang kadarnya meningkat setealah mandi. Emolien paling sedikit diberikan 2 kali sehari, bila diberikan ke seluruh tubuh biasanya pada anak – anak membutuhkan kurang lebih 250 – 500 gram emolien perminggu.
Jenis emolien yang banyak di pakai adalah petrolatum yang merupakan campuran beberapa hidrokarbon, zat ini di pakai sejak 1872. petrolatum dinaggap sebagai standart preparat emolien. Keuntungan dari petrolatum adalah tidak menimbulkan reaksi allergi yang biasanya memperparah kondisa DA. Kerugian pemakaian petrolatum adalah sifatnya yang berimnyak sehingga menimbulkan wasa tidak nyaman oelh karena itu sering dikombinasi dengan zat lain yang dapat mengurangi rasa berminyak tersebut. Jenis lain emolien adalah lanolin yang berasaldari sekresi glandula sebasea domba, lanolin tersebut mengandung kolesterol yang merupakan komponene dari lemak interselluler. Laonolin sering menimbulkan alergi, sehingga pada umumnya sekarang emolien tidak mengandung lanolin.
Beberapa penelitian menganjurkan pengobatan emolien secara lengkap yang terdiri dari emolien salep/krim, emlien bath oil, dan pemakaian sabun emolien. Efektifitas pemakaian emolien dapat ditingkatkan dengan menggunakan wet wrapping. Cork menunjukkna adanya perbaikan keadaan kulit pada dermatitis atopik setelah pemakaian emlien secara teratur setelah 28 hari. Penggunaaan emolie n secara teratur dapat menurunkan gejala gatal dan dapat mengurangi pemakaian kortikosteroid topical. Evaluasi penggunaan emolien dapat dilakukan di antaranya dengan pengamatan/perdaban kulit serta penurunan keluhan gatal. Lucky dan kawan – kawan menunjukkan bahwa krim emolien dapat berperan sebagai seteroid – sparring pada pengobatan dermatitis atopik anak, emolien yang dberikan dengan krim hidrokortison 2,5% masing – masing sekali sehari ternyata mempunyai efektifitas yang sama dengan pemberian hidrokortison 2,5% dua kali sehari.

Humketan
Humektan adalah suatu bahan yang bersifat larut dalam air dan mempunyai kemempuan tinggi menyerap air. Hmektan dapat menyerap air dari sekeliling dan dari epidermis di bawah lapisan korneum. Kemampuan humektan menyerap air dari sekeliling hanya dapat dilakukan bila kelebaban lingkungan sekitar mncapai 80%. Sebaiknya pemakaian humektan dikombinasi denga emolien sehingga dapat mencapai efek maksimal. Oleh karena humektan mempunyai kemampuan menyerap air maka lapisan korneum menjadi sedikit “bengkak”, perubahan ini akan memberikan sensasi kulit yang halus tidak keriput. Beberapa contoh humektan yang benyak digunakan adalah :
           Gliserin
           Sorbitol
           Sodium hyaluronate
           Urea
           Propylene glycol
           Hydroxy acid
Gliserin merupakan humektan kuat dan mempunyai kemampuan menyerap air hampr sama dengan natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat air alami dalam corneocytes. Apa membandngkan gliserin dengan jenis pelembab lain pada 394 penderita kulit kering  manunjukkan hasil yang lebih baik pada penderita yang memakai gliserin disbanding dengan yang mamakai pelembab yang lain. Gliserin secara normal dapat mengembalikan kulit kering seperti nirmal dan mampu mempertahankan kondisi normal tersebut lebih lama dibanding pelembab lain.
Jenis humektan yang lain adalah urea yang merupakan komponen dari NMF. Urea banyak dipakai sebagai krim tangan sejak tahun 1940-an. Selain sebagai humektan urea juga memiliki kemampuan.sebagai antipruritus, hal ini menguntungkan untuk pemakaian pada DA. TEWL dapat menurunkan dengan pemakaian krim urea 10%. Penetrasi urea dapat meningkat bila dikombinasi dengan hidrokortison. Pemakaian pelembab yang mengandung urea dianjurkan hanya dipakai pada saat kulit dalam keadaan lembab (sehabis mandi) untuk menghindari iritasi. Pada kulit penderita DA terdapat kekurangan kadar urea hingga 85% sehingga pemakaian urea pada dermatitis atopik diaharapkan dapat memperbaiki factor tersebut. Pigatto dan kawan – kawan menggunakan krim urea 10% dengan vehikulum  vaselin, paraffin, dan propelin glikol  dalam penelitiannya. Setelah pemberian dua kali sehari selama 15 hari pada penderita dermatitis atopik, terjadi peningkatan kadar ceramide sebesar 30% dan terjadi perbaikan klinis berupa berkurangnya xerosis, pruritus dan eritema.
Humektan yang banyak dipakai lainnya adalah a-hydrocy acid (AHAs) yang merupakan golongan asam organic dan dapat juga berfungsi sebagai zat ekfoliatif. Beberapa zat yang termasuk kelompok AHAs adalah : asam glikolat (glicilic acid), asam laktat (lactic acid) dan asam malat (malic acid). Humektan golongan propylene glycol merupakan cairan tidak berbau yang dapat berfungsi sebagai humektan sekaligus bahan oklusif.
Bahan humketana yang penting bagi pengobatan DA adalah asam laktat. Seperti diketahui pada penderita DA terjadi penurunan kadar ceramide yang merupakan komponen lemak interseluler sehingga terjadi peningkatan TEWL, sedangkan dari penelitian in vitro maupun in vivo diketahui bahwa pemberian asam laktat dapat meningkatkan produksi ceramide sehingga memperbaiki kondisi lapisan korneum pada pnederita DA.penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan kawan – kawan mendapatkan hasil bahwa lotio asam laktat 5% yang diberikan dua kali sehari selama dua minggu dapat mengurangi keparahan dari xerosis, meskipun hasil yang lebih didapatkan dengan menggunakan ammonium laktat 12%.

RINGKASAN
            Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kulit gatal dan kulit kering (xerosis) yang biasanya menyerang bayi dan anak. Beberapa factor yang mempunyai kaitan yang erat dengan sermatitis atopik diantaranya adalah factor imunologi dan factor genetic. Pada dermatitis atopik terjadi perubahan pada kulit khususya pada lapisan korneum yang merupakan system sawar kulit. Secara normal lapisan korneum tersebut tersusun dari corneocytes dan lemak interseluler yang terdiri dari : ceramide, asam lemak dan kolesterol. Fungsi utama lapisan korneum adalah untuk mencegah trasnipedermal waters loss (TEW) sehingga kadar air kulit bisa dipertahankan dalam keadaan normal. Yang terjadi pada dermatitis atopik adala perubahan struktur corneocytes dan lemak interseluler sehingga terjadi peningkatan TEWL yang mengakibatkan kulit penderita dermatitis atopik menjadi kering.
            Salah satu modalitas pengobatan dermatitis atopik adalah dengan pemberian pelembab yang bertujuan untuk mengmbalikan kadar air menjadi normal kembali. Pelembab yang dipakai dapat berbentuk bahan oklusif yang membentuk selubung pada permukaan kulit untuk mengurangi TEWL atau humketan yang bersifat mengikat air. Pengobatan dermatitis atopik dengan menggunakan pelembab sering dikombinasi dengan pemakaian kortikosteroid untuk mencapai hasil yang optimal.
Penggunaan pelembab pada DA dapat meningkatkan sawar kulit, mengurangi TEWL dan dapat mengurangi rasa gatal serta dapat mengurangi pemberian steroid topical.
KEPUSTAKAAN
1.      Moreno JC. Atopic Dermatitis. Alergol Immunol Clin 2000; 15: 279-95.
2.      Atopik Dermatitis, Eczema, and Noninfectious Imonudeficiency Disorders. In: Odom RB, James WD, Berger TG, editors. Disease of the skin. 9 Ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000.p. 69-94.
3.      Rebecca J. Atopik Dermatitis. Primary care; clinics in office Practice 2000; 27: 1-11.
4.      Rajka G. Emolien therapy in atopic dermatitis. J dermatol Treat 1997; 8: S19-S21.
Correale CE, Walker C, Murphy L, Graig TJ. Atopik Dermatitis: A Review og Diagnosis and treatment. Am Fam Physician 1999; 60: 1191 – 210.

Atau Silahkan unduh Filenya Disini
Edting By : EnongXp

0 comments :

Posting Komentar

ALL OF SPACE LINK PAY TO CLIC Or Internet Marketing

JOIN WITH EASYHITS4U The Most Popular Traffic Exchange KLIK ME Please $6.00 Welcome Survey After Free Registration!